PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Pemerintah Kota Palangka Raya memperketat pengelolaan limbah bagi sektor kuliner. Kini, seluruh kafe dan restoran diwajibkan memasang grease trap, alat yang berfungsi memisahkan lemak, minyak, dan partikel padat dari air limbah sebelum dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau sistem pengolahan lanjutan.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Palangka Raya, Berlianto, melalui Kabid Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup, Rabiatul Mulyani, menegaskan pentingnya alat ini untuk mencegah penyumbatan pipa serta menekan potensi pencemaran lingkungan.
“Grease trap membuat proses pengolahan limbah lebih efektif dan hasilnya sesuai standar baku mutu,” ujar Rabiatul, Selasa (4/11).

Selain itu, Rabiatul menjelaskan bahwa sistem pengelolaan sampah dan limbah di Kota Cantik berjalan dengan baik melalui kolaborasi berbagai pihak. Sampah organik diolah menjadi pakan ternak, sampah anorganik dialihkan ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPS) atau pusat daur ulang, sementara limbah yang tidak bisa dimanfaatkan dibawa ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Bagi pelaku usaha kecil yang belum memiliki IPAL besar, masih diperbolehkan menggunakan septic tank, dengan pengelolaan lanjutan melalui pihak ketiga. Seluruh pelaku usaha wajib memiliki Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL) melalui sistem OSS, yang memuat komitmen untuk mengelola limbah sesuai standar dan larangan membuang limbah ke drainase umum.
Pemerintah kota juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik, sebagai payung hukum pengelolaan limbah. Mayoritas pelaku usaha sudah patuh, namun DLH akan memberikan teguran dan waktu perbaikan bila ditemukan pelanggaran. Jika tidak ada progres, sanksi sesuai Permen LHK Nomor 14 Tahun 2024 akan diterapkan, mulai dari penghentian kegiatan hingga denda administratif, menunggu penetapan pejabat penagih dan operator aplikasi Simponi.
Untuk industri yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), limbah ditampung di TPS B3 sebelum dikelola oleh pihak ketiga.
Egni Kalawa, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Pertama DLH Palangka Raya, menambahkan, hotel-hotel di kota ini umumnya memiliki IPAL dan rutin melakukan uji kualitas air limbah setiap bulan. DLH juga kini memiliki laboratorium lingkungan terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN), yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha untuk menguji kualitas limbah.
Selain itu, pelaku usaha diwajibkan membayar retribusi persampahan sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami berharap semua pelaku usaha mematuhi aturan sejak awal agar lingkungan tetap sehat, nyaman, dan berkelanjutan,” tegas Rabiatul.
Dengan langkah proaktif pemerintah dan dukungan pelaku usaha, pengelolaan limbah di Palangka Raya diharapkan semakin baik, sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat luas. (RH)

