“Tanah Air Melawan”: Massa Aksi Desak DPRD Kalteng Terima Aspirasi Rakyat

LOKAL SOSIAL BUDAYA

**PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Puluhan mahasiswa dan perwakilan masyarakat yang tergabung dalam aliansi “Tanah Air Melawan” menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng), Rabu (25/6) siang. Aksi yang mengusung tema “Terjajah di Tanah Merdeka” ini menyerukan sejumlah isu strategis dari tingkat daerah hingga nasional, dengan tuntutan utama: rakyat harus didengar.

Sejak awal aksi, massa mencoba memasuki halaman gedung DPRD untuk menyampaikan langsung aspirasi kepada pimpinan dewan. Namun upaya itu dihalangi oleh aparat kepolisian bersama petugas keamanan internal gedung legislatif.

Massa bersikeras untuk bertemu langsung dengan Ketua DPRD Kalteng. Namun, hanya tiga anggota dewan yang turun menemui massa, yakni Siti Nafsiah, Sengkon, dan Bambang Irawan. Mereka menjelaskan bahwa pimpinan DPRD tidak memperbolehkan massa masuk, merujuk pada insiden aksi sebelumnya yang sempat berujung pada kerusakan fasilitas gedung.

“Aspirasi silakan disampaikan, tapi tidak perlu masuk ke dalam. Ini untuk menjaga kondusivitas, karena sebelumnya sempat ada aksi yang berujung pemecahan kaca,” kata Bambang Irawan, menyampaikan instruksi pimpinan DPRD.

Pernyataan tersebut langsung mendapat respons keras dari massa aksi. Mereka menilai alasan yang disampaikan tidak berdasar dan mencerminkan ketakutan wakil rakyat terhadap rakyatnya sendiri.

“Gedung ini dibangun dengan uang rakyat. Rakyat berhak masuk dan menyampaikan aspirasi, bukan berteriak dari jalan seperti ini,” tegas Andreas Sitepu, koordinator lapangan aksi dari atas mobil komando.

Orator lainnya menambahkan, “Bagaimana mungkin anggota DPRD takut menerima rakyatnya sendiri hanya karena aksi sebelumnya, tapi tak gentar ketika melahirkan kebijakan yang justru tidak pro rakyat?”

Massa aksi juga menegaskan bahwa jumlah peserta tidak melebihi 50 orang dan siap menjaga ketertiban jika diizinkan masuk ke halaman gedung.

Soroti Deforestasi dan Reklamasi Tambang

Aksi ini turut membawa sejumlah isu penting. Di tingkat lokal, massa menyoroti maraknya deforestasi di wilayah Kalteng yang dianggap mengancam keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat adat. Di tingkat nasional, mereka menyoroti penerbitan surat perintah reklamasi tambang nikel bekas di Raja Ampat yang dinilai merugikan ekosistem dan masyarakat lokal.

Hingga berita ini diturunkan, proses negosiasi antara perwakilan massa dan aparat kepolisian masih berlangsung. Ketegangan masih terasa di lapangan, terutama akibat aksi dorong-mendorong yang sempat terjadi antara massa aksi dan barisan aparat yang berjaga ketat di pintu masuk DPRD Kalteng.

Aksi “Tanah Air Melawan” menjadi cerminan keresahan publik terhadap ketertutupan ruang dialog antara rakyat dan wakilnya. Di tengah derap pembangunan dan derasnya kebijakan, suara rakyat kembali menuntut didengar—bukan dari jalan, tapi di tempat para pengambil kebijakan seharusnya hadir mendengar. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *