Kisruh Perizinan Pertambangan Zirkon Tuai Polemik Hukum

LOKAL OPINI PUBLIK

PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Ada apa dibalik pengelolaan perizinan Pertambangan Mineral Bukan Logam Jenis tertentu khususnya pertambangan Zirkon selama ini, menuai polemik serta jerat hukum bagi pengusahanya.

Khususnya di provinsi Kalimatan Tengah (Kalteng) yang belum memiliki payung hukum dalam mengatur relugasi aturan sebagai pendoman dasar usaha ini berjalan.

Pertambangan yang banyak digeluti oleh masyarakat lapisan bawah ini banyak menyerap tenaga kerja yang dapat membuat pertumbuhan ekonomi selama ini.

Masyarakat Kalteng yang berdomisili di beberapa pelosok, banyak bergantung pada sektor usaha pertambangan rakyat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan hasil dari usaha ini bisa menyekolahkan anak-ananya ketingkat yang lebih tinggi/sarjana.

Pada saat ini pemerintah provinsi Kalteng melakukan review atas semua kebijakan terkait pertambangan Zirkon yang telah lama beroperasi di masyarakat, dan menyatakan bahwa kegiatan dalam upaya pertambangan Zirkon yang dilakukan oleh masyarakat yang bukan memiliki produk hukum di nyatakan ilegal dan memiliki potensi dipidana.

Akan kebijakan pemerintah dalam menegakkan aturan tersebut dengan harus mengkambing hitamkan Insvestor yang note bene adalah pengerak roda perekonomian masyarakat selama ini.

Tentunya hal ini menjadikan pusaran kepentingan politik yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri sebagai korban utamanya.

Saat ini pemerintah provinsi Kalimantan Tengah, belum memiliki produk hukum turunan dalam memayungi sektor usaha pertambangan masyarakat yang berbentuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu dan Batuan.

Perkembangan hingga sampai saat ini masih dalam pembahasan Raperda dan telah melalui tahapan pembahasan pasal per pasal berdasarkan Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) oleh Pansus DPRD bersama Tim Raperda Pemerintah Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng).

Ketua Tim Pansus Raperda, Siti Nafsiah yang juga sebagai Ketua Komisi II DPRD Kalteng, menerangakan bahwa Raperda yang akan dibuat merupakan produk turunan dari UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 96 Tahun 2021 jo PP No 25 Tahun 2024, serta Perpres No 55 Tahun 2022 yang mendelegasikan sebagai kewenangan di bidang pertambangan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan kepada Gubernur.

Dirinya menekan kan isu Krusial dalam pembahasan adalah Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Alasannya karena UU 3/2020 pasal 66, kegiatan pertambangan rakyat mencakup mineral logam, mineral bukan logam dan batuan.

Sementara itu pengaturan teknis IPR telah diatur cukup rinci dalam PP 96/2021 jo. PP 25/2024 dan kewenangan pelaksanaan nya sebagai sebagai delegasikan ke provinsi melalui Perpres 55/2022.

“Inilah yang membuat IPR perlu dikonsultasikan lebih mendalam. Konsultasi ke Kemendagri penting untuk memastikan agar judul dan materi muatan Raperda tidak dianggap melampaui kewenangan daerah dan tetap sejalan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan,” ucapnya.

Dan hal ini juga perlu adanya konsultasi ke daerah lain yang telah memiliki perda sejenis, seperti Provinsi Jawa Tengah, bermanfaat untuk memperoleh pengalaman prkatis bagaimana menempatkan IPR Logam dalam Perda.

Apakah dimasukan secara ekplisit dalam batang tubuh, atau cukup normatif pada aturan pusat dibagian penutup atau penjelasan. Hal ini menjadi penting agar Raperda Kalteng tidak hanya sah secara formil, tetapi juga aplikatif dalam pelaksanaan di lapangan.

Pansus DPRD Kalteng tetap mengintensifkan rapat kerja bersama mitra terkait, dan menargetkan agar Raperda ini dapat di sahkan pada tahun berjalan sesuai jadwal program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).

Sehingga harapan kedepan Kalteng memiliki Payung Hukum yang lebih kuat dalam tata kelola pertambangan. Khususnya terkait dengan tata kelola pertambangan yang kewenangannya didelegasikan oleh pusat ke provinsi.

“Kehadiran Perda ini akan memperkuat tata kelola pertambangan daerah, meningkatkan kepastian hukum, menekankan praktek tambag ilegal, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorentasi pada pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat Kalteng,” jelasnya panjang lebar.

Nafsiah kembali menegaskan Raperda ini penting segera di sahkan karena dikaitkan dengan adanya kasus yang sedang ditanggani oleh oleh Aparat Penegak Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah.

Ia kembali menjelaskan, dulu semasa masih penerapan UU 4/2009 memang komoditas Zirkon dan sejenisnya memang masih kewenangan pemerintah.

Kemudian saat UU 3/2020 ditarik ke provinsi. Namun melalui keputusan Menteri ESDM No 147 Tahun 2020 terkait Zirkon dan beberapa lainnya diubah semula Mineral Bukan Logam biasa menjadi Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu (MBLJT), tapi diluar MBLJT yang diatur pengelompokannya di PP berdaarkan Perpres 55/2022.

Ketua Pansus Raperda Kateng inipun menyingkapi ikwal kasus korupsi penjualan dan ekspor Zirkon Ilminete serta Rutil, ia melihat dugaan penyalahgunaan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) terkait Pengakutan dan Penjualan.

“Padahal PT. IM (Investasi Mandiri) memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produk namun dia juga membeli juga hasil tambang zirkon dari masyarakat yang tidak jelas sumbernya,” tutup Nafsiah.(AK//IG).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *