**GLOBAL/ DAMASKUS – Turkiye dan Israel memulai komunikasi militer secara langsung untuk mencegah bentrokan di Suriah, seiring meningkatnya eskalasi militer dan perebutan pengaruh di wilayah tersebut pasca kejatuhan rezim Bashar Al Assad.
Menurut laporan The New York Times, pertemuan penting antara pejabat pertahanan dan keamanan kedua negara berlangsung di Azerbaijan pada Rabu (9/4). Langkah ini diambil untuk meredam potensi konflik di lapangan, mengingat makin kompleksnya dinamika pasca-perang saudara di Suriah.
Kementerian Pertahanan Turkiye menyatakan, dialog ini merupakan langkah strategis guna mencegah insiden yang tidak diinginkan, terutama mengingat pasukan kedua negara kini aktif di Suriah, meski dengan kepentingan berbeda.
Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa dialog akan terus berlanjut, dengan komitmen menjaga jalur komunikasi terbuka demi stabilitas kawasan.

Suriah dalam Transisi, Ketegangan Meningkat
Pertemuan tersebut berlangsung hanya beberapa hari sebelum kunjungan Presiden baru Suriah, Ahmed Al Sharaa, ke Ankara pada Jumat (11/4). Menurut media pemerintah Suriah, kunjungan ini akan menyoroti kerja sama strategis antara Damaskus dan Ankara, khususnya di bidang pertahanan dan keamanan.
Sharaa adalah pemimpin koalisi pemberontak yang didukung Turkiye dan berhasil menggulingkan Assad pada Desember lalu. Kejatuhan Assad membuat sekutu-sekutunya seperti Rusia dan Iran menarik diri dari Suriah, menciptakan kekosongan kekuasaan yang kini menjadi perebutan antara dua kekuatan regional: Turkiye dan Israel.
Turkiye sendiri telah lama mengerahkan pasukannya ke utara Suriah, dengan dalih mendukung oposisi moderat serta memerangi milisi Kurdi yang dianggap sebagai kelompok teroris. Belakangan, Turkiye juga menawarkan pelatihan militer dan modernisasi fasilitas strategis seperti pangkalan udara dan bandara Suriah. Namun, belum ada pernyataan resmi dari pemerintahan Sharaa mengenai respons terhadap tawaran ini.
Di sisi lain, Israel memperluas kehadiran militernya ke wilayah selatan Suriah sejak jatuhnya Assad, termasuk melancarkan serangkaian serangan udara ke fasilitas militer dan gudang senjata. Pemerintah Suriah mengecam tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai provokasi yang merusak stabilitas nasional.
Presiden Sharaa, dalam pernyataannya, menyebut bahwa pemerintahannya berkomitmen pada kebijakan luar negeri yang damai dengan negara-negara tetangga. Meski demikian, ia belum mengungkapkan sikap resmi terkait hubungan dengan Turkiye.
Serangan Memicu Ketegangan Baru
Ketegangan meningkat setelah Israel melancarkan serangan ke sejumlah pangkalan militer yang dikabarkan dibangun dengan dukungan teknis dan logistik dari Turkiye. Pemerintah Suriah melaporkan bahwa serangan tersebut melukai puluhan tentara dan warga sipil.
Dalam wawancara televisi pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Turkiye, Hakan Fidan, menuding Israel tengah menjalankan agenda ekspansionis di Suriah. Ia menegaskan bahwa Turkiye tidak akan tinggal diam apabila kepentingannya di Suriah diganggu oleh pihak luar.
Langkah diplomatik yang kini ditempuh oleh Turkiye dan Israel menunjukkan kesadaran bahwa stabilitas di Suriah pasca-Assad tak hanya memerlukan kekuatan militer, tetapi juga diplomasi aktif dan komunikasi terbuka antar kekuatan regional. (RH)
