PALANGKA RAYA – Lantunan lembut suara kecapi berpadu syair karungut klasik menggema di antara keramaian Car Free Day (CFD) di Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya, Minggu pagi (8/6). Di tengah lalu lalang pengunjung yang datang untuk berolahraga atau sekadar bersantai, perhatian tertuju pada seorang perempuan berseragam khas daerah yang duduk tenang di atas kursi plastik sambil memainkan alat musik tradisional khas Kalimantan Tengah.
Perempuan itu adalah Titik Surya, guru SDN 6 Penarung sekaligus penggiat seni dari Sanggar Guru Seni Budaya Kecapi dan Karungut Kalimantan Tengah. Meski tampil seorang diri karena rekan-rekannya sedang beristirahat, semangatnya tak surut sedikit pun. Dengan kecapi berdawai dua di pangkuannya, ia membawakan karungut klasik — seni bertutur Dayak yang kini mulai jarang terdengar.

“Kami hadir bukan karena undangan resmi dari pemerintah, tapi karena dorongan hati untuk memperkenalkan dan melestarikan seni budaya kita sendiri, khususnya karungut,” ujar Titik.
Menurutnya, sanggar yang ia bina rutin tampil setiap Minggu pagi mulai pukul 06.00 hingga 10.00, setelah berkoordinasi langsung dengan petugas CFD. Penampilannya bukan sekadar hiburan, melainkan juga ajakan untuk menjaga warisan budaya yang semakin terlupakan.
Sayangnya, perhatian terhadap karungut klasik masih minim. Titik menyayangkan tren modifikasi karungut yang kini lebih digemari masyarakat dalam berbagai acara adat.
“Karungut yang asli makin jarang ditampilkan. Yang dimodifikasi memang lebih modern dan menarik bagi generasi muda, tapi yang klasik ini punya ruh budaya yang sangat kuat,” jelasnya dengan nada prihatin.
Ia pun berharap agar instansi pemerintah tidak hanya fokus pada pengembangan seni tari atau pertunjukan yang bersifat visual semata, tetapi juga memberi ruang dan perhatian bagi seni musik tradisional seperti karungut.
“Kami ingin karungut klasik ini kembali mendapat tempat. Nilai-nilai petuah dalam syairnya sangat penting untuk generasi sekarang,” ujarnya.
Penampilan Titik Surya di CFD disambut positif oleh masyarakat. Banyak pengunjung yang berhenti untuk menyimak, bahkan tak sedikit yang memberikan dukungan secara langsung.
“Alhamdulillah, masyarakat mendukung. Mudah-mudahan ke depan makin banyak yang peduli terhadap budaya daerah,” katanya dengan penuh harap.
Melalui panggung kecil di ruang publik seperti CFD, Titik ingin menyebarkan semangat pelestarian budaya, tidak hanya di kalangan seniman, tetapi juga masyarakat umum dan kalangan birokrasi.
“Saya ingin semangat mencintai budaya ini diwariskan kepada generasi muda, bukan hanya dikenang oleh generasi tua,” tutupnya. (RH)
