PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) memberikan tanggapan tegas terkait beredarnya video pernyataan sikap dari Aksi Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) yang sempat ramai di media sosial.
Kepala Dinas Perhubungan Kalteng, Yulindra Dedy, menegaskan bahwa kebijakan penertiban kendaraan Over Dimension Over Loading (ODOL) yang dilakukan Gubernur Kalteng bukanlah tindakan sepihak. Kebijakan tersebut justru selaras dengan arah kebijakan nasional dan dilandasi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Permasalahan ODOL telah lama menjadi sorotan nasional. Langkah Gubernur Kalteng merupakan bagian dari dukungan terhadap program penertiban kendaraan yang digagas oleh Menko Infrastruktur dan Korlantas Polri,” jelas Yulindra kepada awak media, Minggu (20/7).
Yulindra menegaskan bahwa penertiban dilakukan bukan untuk menghentikan distribusi logistik kebutuhan pokok masyarakat. Fokus kebijakan diarahkan pada truk-truk milik perusahaan besar swasta (PBS) yang mengangkut hasil sumber daya alam (SDA) dan kerap menyebabkan kerusakan parah pada jalan dan jembatan di wilayah Kalteng.
“Truk yang dihentikan dalam video itu membawa kayu log dan veneer. Bahkan truk-truk kosong tidak pernah dihentikan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sasaran utama dari penertiban ini adalah pemilik usaha, bukan sopir. Gubernur, kata Yulindra, justru memahami posisi sopir sebagai pihak yang paling rentan dan sering menjadi korban dari kebijakan usaha yang abai terhadap keselamatan jalan.
“Pak Gubernur beberapa kali memberikan bantuan langsung kepada sopir yang terdampak penertiban. Fokus kami tetap pada pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Menanggapi tudingan diskriminasi, Yulindra membantah keras hal tersebut. Ia memastikan bahwa kebijakan ini berlaku adil dan konsisten, baik terhadap truk yang berasal dari Kalteng sendiri maupun dari luar daerah seperti Lampung, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
“Bapak Gubernur tidak pernah bersikap tebang pilih. Penertiban ini murni untuk menjaga keselamatan dan kelancaran lalu lintas,” tegasnya.
Ia menambahkan, keberhasilan penanganan ODOL tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah daerah. Perlu kolaborasi erat antara Pemda, pemerintah pusat, dan aparat kepolisian agar kebijakan ini berjalan optimal.
Terkait ancaman GSJT untuk memblokade pelabuhan di Kalteng, Yulindra menegaskan bahwa segala bentuk aksi harus berada dalam koridor hukum.
“Negara kita adalah negara hukum. Semua sudah diatur dalam konstitusi. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan segelintir pihak yang hanya mementingkan kepentingan sendiri,” tutupnya. (RH)