Revisi UU TNI Jadi Sorotan, Pakar: Berpotensi Ganggu Demokrasi dan Negara Hukum

HUKAM NASIONAL

JAKARTA – Rencana perluasan peran prajurit aktif dalam jabatan sipil melalui revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai kritik tajam.

Peneliti senior Centra Initiative, Al Araf, menyoroti dampak revisi tersebut terhadap masa depan kebebasan berdemokrasi dan hak menyampaikan pendapat. Dalam diskusi yang digelar oleh Nurani 98 dan Strategi Institute di Jakarta, Rabu (19/2/2025), ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap perubahan yang dapat menggeser fungsi utama TNI.

Menurut Al Araf, revisi ini berpotensi memberikan kewenangan penegakan hukum kepada TNI, khususnya Angkatan Darat. Ia menilai langkah tersebut bertentangan dengan konstitusi dan prinsip dasar pembentukan militer yang seharusnya berperan sebagai alat pertahanan negara, bukan penegak hukum.

“Jika militer diberikan kewenangan penegakan hukum, maka akan terjadi tumpang tindih tugas dengan aparat penegak hukum yang ada. Hal ini dapat mengganggu dinamika negara hukum,” ujarnya.

Lebih lanjut, Al Araf menilai revisi ini berisiko menghidupkan kembali konsep dwifungsi TNI, di mana prajurit aktif dapat menduduki berbagai jabatan sipil. Selain itu, ia juga menyoroti agenda yang memungkinkan keterlibatan militer dalam bisnis, yang menurutnya bertentangan dengan prinsip dasar TNI sebagai alat pertahanan negara.

“Militer harus fokus pada pertahanan negara, bukan menjadi bagian dari birokrasi sipil atau dunia bisnis. Jika ini dibiarkan, akan sangat berbahaya bagi demokrasi,” tegasnya.

Revisi UU TNI ini menjadi perdebatan hangat, dengan banyak pihak yang menilai perlu adanya pembahasan lebih mendalam agar tidak mengancam prinsip demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. (KN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *