Putusan MK Soal Caleg Terpilih Tak Bisa Mundur: DPR Pertimbangkan Revisi UU Pemilu dan Pilkada

HUKAM NASIONAL

PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Komisi II DPR RI menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan bagi calon anggota legislatif (caleg) terpilih untuk mundur guna maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) akan menjadi pertimbangan dalam revisi undang-undang terkait Pemilu dan Pilkada.

MK sebelumnya menetapkan bahwa caleg terpilih yang ingin mengundurkan diri demi mencalonkan diri dalam pilkada dianggap melanggar hak konstitusional. Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa putusan ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Putusan Mahkamah Konstitusi ini akan kami kaji sebagai bahan revisi terhadap regulasi pemilu dan pilkada yang ada, mengingat pentingnya kepastian hukum bagi kader partai politik dalam mengikuti kontestasi politik di berbagai tingkatan,” ujar Rifqinizamy saat dikonfirmasi pada Selasa (25/3).

Di sisi lain, Rifqi yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Partai Nasdem menilai bahwa keputusan ini berpotensi mempersempit ruang gerak partai politik dalam menyiapkan dan menugaskan kadernya untuk berbagai posisi strategis melalui pemilu. Hal ini terutama menjadi tantangan jika jadwal pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah pada tahun 2029 mendatang berlangsung berdekatan.

“Dari perspektif partai politik, putusan ini membatasi fleksibilitas kami dalam menempatkan kader terbaik di berbagai posisi strategis melalui jalur pemilu. Sejatinya, hak untuk menempatkan kader adalah kewenangan partai politik,” ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait mekanisme pengunduran diri caleg terpilih dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menetapkan bahwa Pasal 426 Ayat 1 Huruf b dalam undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan perkara Nomor 176/PUU-XXII/2024 pada Jumat (21/3/2025), menyatakan bahwa pengunduran diri caleg terpilih hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan mendapat penugasan negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui proses pemilu.

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyoroti bahwa fenomena pengunduran diri caleg terpilih ini mencerminkan ketidaksehatan praktik demokrasi di berbagai daerah. Ia juga menilai bahwa tindakan tersebut berpotensi menciptakan politik transaksional yang bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

“Mahkamah berpendapat bahwa calon terpilih yang ingin mundur untuk mencalonkan diri dalam Pilkada melanggar hak konstitusional pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat,” kata Arsul.

Putusan ini diperkirakan akan berdampak besar terhadap strategi politik partai dalam menempatkan kadernya, serta menjadi bahan pertimbangan dalam revisi regulasi pemilu dan pilkada di masa mendatang. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *