PRADANAMEDIA/ PALANGKARAYA – Akademisi sekaligus Pengamat Hukum dari Universitas Palangka Raya (UPR), Hilyatul Asfia, menyoroti praktik politik uang yang diduga terjadi di Barito Utara. Ia menegaskan bahwa pengawasan ketat terhadap politik uang sangat penting dalam menjaga integritas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Menurut Asfia, politik uang tidak hanya mencederai prinsip demokrasi, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap proses pemilu. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas harus dilakukan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku.

Landasan Hukum dan Ancaman Sanksi
Asfia menjelaskan bahwa Pasal 73 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dengan tegas melarang calon atau tim kampanye memberikan janji maupun materi tertentu guna mempengaruhi pemilih atau penyelenggara pemilu.
“Praktik politik uang dapat merusak integritas demokrasi dan harus diberantas dengan tegas,” ujar Asfia kepada awak media, Sabtu (15/3).
Ia menambahkan bahwa dalam kasus politik uang seperti yang terjadi di Barito Utara, pelanggaran hukum yang dilakukan merupakan tindakan serius. Jika terbukti, tindakan tersebut bisa berujung pada sanksi berat, baik secara administratif maupun pidana.
Berdasarkan Pasal 73 Ayat (2) UU Pilkada, apabila calon atau tim kampanye terbukti melakukan politik uang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berwenang memberikan keputusan yang dapat berujung pada pembatalan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat provinsi atau kabupaten/kota.
“Pembatalan pasangan calon merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap demokrasi agar Pilkada berjalan jujur dan adil,” kata Asfia.
Selain sanksi administratif, pelaku politik uang juga dapat dijerat dengan hukuman pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 187A UU Pilkada. Pasal ini menyebutkan bahwa siapa pun yang terbukti melakukan politik uang untuk mempengaruhi pemilih bisa dikenakan hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal enam tahun. Selain itu, denda yang dijatuhkan juga tidak sedikit, yakni antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
“Sanksi yang sama juga berlaku bagi pemilih yang menerima uang atau janji dari tim kampanye,” ungkap Asfia.
Pentingnya Pengawasan dan Penegakan Hukum
Asfia menegaskan bahwa jika terbukti ada praktik politik uang, Bawaslu memiliki kewenangan penuh untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas pelanggaran yang terjadi. Setelah putusan dikeluarkan, KPU wajib menindaklanjutinya dalam waktu tiga hari kerja, sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.
“Kewajiban KPU untuk menindaklanjuti keputusan Bawaslu ini menunjukkan pentingnya koordinasi yang baik antara pengawas pemilu dan penyelenggara pemilu agar pelanggaran politik uang bisa segera ditindak,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa pasangan calon tetap dapat dikenakan sanksi meskipun praktik politik uang dilakukan oleh relawan atau tim sukses mereka.
“Jika terbukti pasangan calon atau tim kampanye mengetahui atau seharusnya mengetahui praktik politik uang yang dilakukan oleh relawan mereka, maka mereka tetap bisa dikenai sanksi administratif maupun pidana,” tambahnya.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kepatuhan pasangan calon dan tim kampanye terhadap regulasi pemilu guna menghindari pelanggaran yang bisa merusak kredibilitas Pilkada.
“Menjaga Pilkada yang bersih adalah tanggung jawab bersama. Semua pihak harus berkomitmen untuk mewujudkan pemilihan yang jujur, adil, dan demokratis agar pemimpin yang terpilih benar-benar merupakan pilihan rakyat,” pungkasnya. (RH)

