ODOL Rusak Jalan, Legislator Dorong Penegakan Tegas dan Zonasi Truk di Palangka Raya

LOKAL PEMERINTAHAN

**PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Keberadaan kendaraan bertonase besar yang melebihi batas muatan atau dikenal dengan istilah Over Dimension Over Loading (ODOL) di wilayah Kota Palangka Raya kembali menjadi sorotan. Anggota Komisi II DPRD Palangka Raya, Tantawi Jauhari, menegaskan bahwa truk-truk ODOL turut mempercepat kerusakan infrastruktur jalan dan membebani anggaran pemeliharaan daerah setiap tahunnya.

Kondisi jalan daerah kita tidak dirancang untuk menahan beban kendaraan sebesar itu. Jika dibiarkan terus menerus, bukan hanya jalan yang hancur, tapi juga keuangan daerah yang ikut terkuras hanya untuk perbaikan rutin yang tak kunjung tuntas,” ujar Tantawi, Sabtu (26/7).

Ia menjelaskan, meski jalan nasional berada di bawah tanggung jawab pemerintah pusat, namun truk ODOL tetap memanfaatkan jalan provinsi maupun jalan kota sebagai jalur alternatif penghubung distribusi. Akibatnya, kerusakan jalan daerah pun tak bisa dihindari karena daya dukung jalan tak sebanding dengan beban kendaraan yang melintas.

Lebih lanjut, Tantawi menilai bahwa persoalan ODOL bukan sekadar masalah teknis di lapangan, melainkan menyangkut efektivitas pengelolaan anggaran daerah. Menurutnya, sistem tambal-sulam jalan akan sia-sia tanpa disertai pembatasan kendaraan bertonase tinggi.

“Kita tambal di satu titik, tak lama rusak lagi di titik lainnya. Kalau pola ini terus berlangsung, anggaran habis hanya untuk menambal, bukan menyelesaikan masalah,” tegasnya.

Dalam hal ini, Tantawi menyatakan dukungan penuh terhadap langkah penertiban ODOL yang digagas oleh Gubernur Kalimantan Tengah. Ia mendorong agar regulasi terkait ODOL diperkuat hingga ke level pemerintah kabupaten/kota, dan penegakan aturannya dilakukan secara konsisten.

“Peraturan tegas tanpa pengawasan dan penindakan yang nyata, hanya akan jadi seremonial. Kita butuh keberlanjutan dalam pengawasan, bukan sekadar aksi sesaat,” ujarnya.

Tantawi juga mengkritik solusi pelebaran jalan yang selama ini dianggap mampu mengatasi kemacetan. Menurutnya, pelebaran justru kerap membuka ruang bagi kendaraan besar untuk masuk ke area perkotaan, sehingga memperparah beban jalan.

“Waktu jalan masih 8 meter, yang lewat hanya truk kecil. Setelah diperlebar, malah alat berat masuk. Ini bukan solusi jangka panjang,” ucapnya.

Sebagai alternatif, Tantawi mengusulkan sistem zonasi kendaraan, yaitu pembagian jalur berdasarkan kapasitas kendaraan seperti halnya pembagian jalur di SPBU atau jalan tol. Langkah ini dinilai lebih efektif untuk menjaga umur jalan serta mengatur lalu lintas secara berkelanjutan.

“Seperti di SPBU ada jalur motor, mobil, dan truk. Kota pun perlu begitu. Harus jelas mana jalan yang boleh dilewati truk besar dan mana yang tidak,” sarannya.

Meski demikian, Tantawi mengakui bahwa distribusi logistik merupakan bagian penting dalam mendukung roda perekonomian Kalimantan Tengah, termasuk Kota Palangka Raya. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan keberlangsungan infrastruktur.

“Kami memahami distribusi barang penting untuk ekonomi. Tapi tetap harus ada aturan main. Jalur distribusi dan kapasitas kendaraan perlu disesuaikan agar tidak mengorbankan infrastruktur,” jelasnya.

Di akhir keterangannya, Tantawi mendorong Pemerintah Kota Palangka Raya untuk lebih proaktif dalam menyusun kebijakan teknis di lapangan, serta memperkuat sinergi dengan Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu Lintas dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap kendaraan berat yang tidak sesuai aturan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *