Mulai 2026, Surat Girik Tak Lagi Berlaku sebagai Bukti Kepemilikan Tanah

HUKAM NASIONAL PEMERINTAHAN

Jakarta – Pemerintah menetapkan bahwa mulai tahun 2026, Surat Girik tidak lagi dapat digunakan sebagai alat bukti hak atas tanah. Ketentuan ini merujuk pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2021.

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa Surat Girik akan kehilangan keabsahannya sebagai bukti kepemilikan setelah bidang tanah terpetakan secara resmi. Hal ini disampaikan dalam acara media gathering di Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, belum lama ini.

Namun, dalam kasus adanya cacat administrasi atau kesalahan dalam penerbitan sertifikat, Girik masih dapat digunakan sebagai bukti pendukung dalam proses pendaftaran tanah.

Sertifikat Tanah: Bukti Sah Kepemilikan

Di tengah perubahan regulasi ini, kepemilikan sertifikat tanah menjadi semakin krusial untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi pemilik tanah.

Berdasarkan berbagai sumber, setidaknya ada tujuh jenis sertifikat tanah, masing-masing dengan kegunaan yang berbeda:

1. Sertifikat Hak Milik (SHM)

SHM adalah bukti kepemilikan terkuat dan tertinggi atas tanah yang bersifat turun-temurun dan berlaku seumur hidup. SHM hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

2. Hak Guna Usaha (HGU)

HGU diberikan kepada perorangan atau badan hukum untuk mengusahakan tanah milik negara dalam sektor pertanian, perikanan, atau peternakan. Hak ini berlaku maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang hingga 25 tahun.

3. Hak Guna Bangunan (HGB)

HGB adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan milik sendiri. Hak ini berlaku 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun.

4. Hak Pakai

Hak Pakai memungkinkan seseorang atau badan hukum untuk menggunakan atau memanfaatkan tanah negara atau tanah milik orang lain dalam jangka waktu tertentu.

5. Petok D

Petok D digunakan sebagai syarat konversi tanah adat menjadi hak milik. Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), dokumen ini dianggap sebagai bukti kepemilikan tanah.

6. Letter C

Letter C adalah bukti administratif kepemilikan tanah di tingkat desa atau kelurahan yang dahulu berfungsi sebagai catatan pembayaran pajak.

7. Surat Girik

Surat Girik adalah bukti administratif kepemilikan tanah adat yang menunjukkan riwayat tanah tersebut. Namun, sesuai regulasi terbaru, Girik hanya diakui sebagai bukti pembayaran pajak, bukan bukti kepemilikan sah atas tanah.

Dengan diberlakukannya aturan ini pada 2026, masyarakat diimbau untuk segera melakukan sertifikasi tanah guna mendapatkan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah mereka. (KN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *