JAKARTA – Daftar perwira aktif yang menduduki jabatan sipil semakin panjang di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Terbaru, Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Keputusan ini menambah deretan pejabat sipil yang berasal dari militer aktif, memicu perdebatan mengenai implikasi hukum dan profesionalitas TNI dalam pemerintahan.

Penempatan Militer Aktif dalam Jabatan Sipil
Mayjen Novi Helmy Prasetya, yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Teritorial Panglima TNI, menggantikan Wahyu Suparyono yang baru lima bulan menjabat sebagai Dirut Bulog. Novi mengakui bahwa dirinya masih aktif sebagai perwira tinggi TNI.
“Ya, masih aktivitas, iya (masih prajurit aktif),” ujar Novi usai rapat di Kementerian Pertanian, Minggu (9/2/2025).
Menurut Novi, penunjukan dirinya merupakan bagian dari tugas untuk mempercepat swasembada pangan. “Ini sudah petunjuk dan arahan dari pimpinan,” tambahnya.
Selain Novi, beberapa perwira aktif lainnya juga telah mengisi jabatan sipil, antara lain:
- Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet
- Mayjen Maryono sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan
- Mayjen Irham Waroihan sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian
- Laksamana Pertama Ian Heriyawan di Badan Penyelenggara Haji
Ketiganya ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor 1545/XII/2024 pada Desember 2024.
Kontroversi dan Implikasi Hukum
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai penempatan perwira aktif dalam jabatan sipil melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“UU TNI hanya memperbolehkan prajurit aktif menduduki jabatan tertentu yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan, seperti di bidang intelijen, SAR, atau Lembaga Ketahanan Nasional. Bulog bukanlah salah satu dari yang diperbolehkan,” tegas Feri.
Senada, pengamat militer Khairul Fahmi juga menekankan bahwa jabatan sipil yang diisi militer seharusnya berhubungan langsung dengan pertahanan atau keahlian militer. Namun, ia menduga pemerintah memandang Bulog sebagai bagian dari ketahanan pangan dan logistik strategis, yang beririsan dengan keamanan nasional.
“Prajurit aktif yang ingin menduduki jabatan sipil seharusnya pensiun terlebih dahulu. Jika tidak, ini dapat mengganggu profesionalitas dan netralitas TNI,” ujar Khairul.
Wacana Revisi UU TNI
Penempatan militer aktif di jabatan sipil bukan fenomena baru, terjadi juga di era Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Namun, kasus terbaru menimbulkan wacana revisi Pasal 47 UU TNI, yang saat ini hanya memperbolehkan militer aktif menduduki jabatan di bidang pertahanan dan keamanan.
Dalam draf revisi UU TNI yang beredar, prajurit aktif nantinya dapat mengisi jabatan sipil di berbagai kementerian/lembaga atas kebijakan presiden. Jika aturan ini disahkan, maka kemungkinan besar akan lebih banyak lagi perwira aktif yang menduduki posisi sipil di pemerintahan.
Kesimpulan
Penempatan militer aktif di jabatan sipil menimbulkan polemik di kalangan akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil. Di satu sisi, hal ini dianggap dapat meningkatkan efektivitas birokrasi, tetapi di sisi lain, berpotensi melanggar UU TNI dan mengancam profesionalisme serta netralitas militer.
Bagaimana menurut Anda? Apakah perubahan regulasi diperlukan, atau seharusnya aturan yang ada tetap ditegakkan? (RH)
