Masa Depan Teknologi Asia: Pentingnya SDM IKN Unggul untuk Pembangunan Berkelanjutan

NASIONAL PEMERINTAHAN

PRADANAMEDIA/ NUSANTARA, BANGKOK – Perkembangan teknologi yang pesat di Asia, termasuk di Indonesia, menuntut kesiapan sumber daya manusia (SDM) agar tidak tertinggal dalam arus perubahan. CEO Enable Project sekaligus Koordinator Konsorsium Gerbangtara, Aie Natasha, menyoroti hal ini dalam sesi Frontline Perspectives: Safeguarding Human and Environmental Rights in New Technology pada konferensi Corporate Sustainability and Environmental Rights in Asia di United Nations Conference Centre (UNCC-BKK), Bangkok, Selasa (18/3).

Aie menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur teknologi harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas SDM guna menghindari ketimpangan sosial dan ekonomi. “Tantangan terbesar bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga kesiapan tenaga kerja dalam menghadapi perubahan,” ujarnya.

Pembangunan IKN dan Tantangan Kesiapan SDM

Sebagai contoh, proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Indonesia menjadi salah satu proyek strategis yang membutuhkan kesiapan SDM dalam mendukung pengembangan infrastrukturnya. Dalam konteks ini, Gerakan Bangun Nusantara (Gerbangtara) hadir sebagai inisiatif kolaboratif yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat lokal agar dapat berperan aktif dalam pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Aie menekankan bahwa tanpa strategi pengembangan SDM yang berkelanjutan, investasi besar dalam infrastruktur bisa menjadi sia-sia. “Transisi yang adil sering dibicarakan, tetapi tanpa keterlibatan aktif pemerintah dan sektor bisnis dalam penguatan SDM, pengembangan infrastruktur akan terhambat,” tambahnya.

Ketimpangan Akses Teknologi di Asia

Selain kesiapan tenaga kerja, Aie juga menyoroti ketimpangan akses teknologi yang masih menjadi tantangan besar, terutama bagi komunitas pedesaan dan masyarakat adat di Asia. Menurutnya, investasi teknologi harus diiringi dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja agar manfaatnya bisa dirasakan secara luas.

“Perbedaan antara kota besar dan daerah terpencil bukan hanya soal ketersediaan infrastruktur, tetapi juga kesiapan SDM. Apakah mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan, terutama dalam ekonomi hijau? Ini yang harus kita dorong,” jelasnya.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya investasi dalam green skills, yaitu keterampilan berbasis keberlanjutan yang mendukung transisi menuju energi ramah lingkungan. “Penguatan SDM dengan keterampilan hijau adalah kunci untuk menghadapi tantangan industri masa depan sekaligus membuka peluang inovasi dalam ekonomi sirkular,” tambahnya.

Kolaborasi Lintas Sektor sebagai Kunci Keberhasilan

Aie juga menyoroti peran penting kolaborasi lintas sektor (pentahelix), yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat sipil, akademisi, dan media dalam mendorong kebijakan serta praktik bisnis yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

“Pembangunan teknologi harus memastikan keterlibatan semua pihak, dari komunitas lokal hingga para pembuat kebijakan, agar kemajuan teknologi tidak mengorbankan hak asasi manusia maupun kelestarian lingkungan,” tegasnya.

Konferensi ini menghadirkan berbagai pakar global, termasuk Ben Hardman (Mekong Legal Director, Earth Rights International), Sarayu Natarajan (Founder, Aapti Institute), Patchareeboon Sakulpitakphon (Sustainability & Impact Lead, PALO IT Thailand), dan Jehan Wan Aziz (Rule of Law Lead, UNDP Malaysia).

Dengan sinergi lintas sektor, diharapkan pembangunan tidak hanya berfokus pada infrastruktur teknologi, tetapi juga pada kesiapan SDM sebagai penggerak utama perubahan. Konferensi ini menjadi momentum penting bagi pemimpin bisnis, aktivis, dan regulator untuk merancang strategi pembangunan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat luas. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *