Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang senilai Rp 476 miliar terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi produksi batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Penyitaan dilakukan pada Jumat (10/1) oleh penyidik KPK.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menjelaskan bahwa uang tersebut terdiri atas beberapa pecahan mata uang. “Uang yang disita meliputi pecahan rupiah sebesar Rp 350,86 miliar yang berasal dari 36 rekening atas nama tersangka dan pihak terkait lainnya,” ujar Tessa pada Selasa (14/1).
Selain itu, KPK juga menyita pecahan mata uang asing, yakni:
- USD 6,28 juta dari 15 rekening, dan
- SGD 2,01 juta dari satu rekening atas nama pihak terkait lainnya.
Tessa menambahkan bahwa uang dalam rekening-rekening tersebut diduga berasal dari hasil tindak pidana terkait kasus gratifikasi dan korupsi yang tengah diusut.
Kasus Rita Widyasari dan Khairudin
Kasus ini menyeret mantan Bupati Kukar, Rita Widyasari, dan tim suksesnya, Khairudin. Keduanya sebelumnya telah divonis bersalah atas kasus suap dan gratifikasi.
- Rita Widyasari: Dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.
- Khairudin: Dihukum delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam kasus suap, Rita diduga menerima Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun, untuk keperluan perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.
Sementara itu, dalam kasus gratifikasi, Rita dan Khairudin diduga menerima Rp 436 miliar selama menjabat sebagai Bupati Kukar periode 2010-2015 dan 2016-2021. Uang ini terkait fee proyek, perizinan, dan pengadaan barang dan jasa dari APBD.
Dugaan Pencucian Uang
Dalam pengembangan kasus, Rita dan Khairudin juga ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Mereka diduga menyamarkan hasil gratifikasi senilai Rp 436 miliar dengan membelanjakannya untuk aset dan barang mewah atas nama orang lain.
Penyidik KPK telah menyita berbagai aset mewah yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut. Langkah ini menjadi bagian dari upaya menindak tegas praktik korupsi di Indonesia.
KPK menegaskan akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap aliran dana lebih lanjut dan mengembalikan kerugian negara akibat tindakan korupsi tersebut. (KN)
