Kolaborasi Menteri HAM dan ATR: Strategi Melindungi Lumbung Pangan Nasional

EKONOMI NASIONAL PEMERINTAHAN

Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid pada Rabu (15/1) untuk membahas langkah strategis dalam melindungi lumbung pangan nasional dari ancaman penyempitan lahan. Salah satu solusi yang diusulkan adalah memindahkan kawasan industri ke luar Pulau Jawa.

Natalius Pigai menekankan pentingnya pengaturan dan penataan lahan berbasis prinsip HAM untuk memastikan kelestarian lumbung pangan utama Indonesia, seperti di Majalengka, Indramayu, Sragen, dan Bojonegoro. Kawasan-kawasan tersebut saat ini terancam oleh ekspansi pembangunan infrastruktur, termasuk pabrik dan properti.

“Kawasan lumbung pangan ini harus dijaga dan bahkan diperluas agar produksi pangan kita bisa meningkat. Saat ini kebutuhan beras nasional mencapai 30 juta ton per tahun, sementara produksi hanya sekitar 20 juta ton. Kekurangan 10 juta ton tersebut terpaksa dipenuhi melalui impor,” jelas Pigai. Ia menambahkan, target produksi 50 juta ton beras per tahun dapat tercapai jika ketersediaan lahan pertanian terus dijaga dan ditingkatkan.

Namun, persaingan penggunaan lahan dengan kawasan industri menjadi tantangan besar. “Ruang pertanian semakin menyempit akibat industri yang terus berkembang. Karena itu, kami membahas opsi memindahkan kawasan industri keluar Pulau Jawa untuk melindungi lahan produksi pangan,” ungkap Pigai.

Meski ide pemindahan kawasan industri bukanlah hal baru, langkah ini tetap memerlukan kajian lebih mendalam. Faktor kebutuhan konsumen, akses bahan baku, dan dampak ekonomi perlu diperhitungkan. “Dengan pemindahan ini, konflik tanah yang sering berujung pada pengaduan pelanggaran HAM juga bisa diminimalisir,” tambahnya.

Saat ini, Kementerian HAM menerima rata-rata 2.000 laporan pengaduan setiap tahun, sebagian besar terkait konflik lahan. “Jika lahan pangan terlindungi, tidak hanya ketahanan pangan yang terjaga, tetapi juga pengaduan konflik tanah dapat berkurang secara signifikan,” tutup Pigai.

Langkah ini diharapkan menjadi solusi berkelanjutan untuk menjaga ketahanan pangan nasional sambil meminimalisir konflik agraria yang kerap memicu pelanggaran HAM. (KN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *