“Jalan Damai Masih Panjang: Ukraina Siap Berunding, Asal Rusia Setuju Gencatan Senjata Duluan”

HUKAM INTERNASIONAL

**GLOBAL/ KYIV – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan kesiapan negaranya untuk memulai perundingan langsung dengan Rusia. Namun, Zelensky menegaskan bahwa pembicaraan hanya akan dimulai jika gencatan senjata diterapkan terlebih dahulu. Pernyataan ini disampaikan pada Selasa (22/4), di tengah meningkatnya tekanan dari Amerika Serikat untuk segera mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun.

Sementara itu, Utusan Khusus Presiden AS, Steve Witkoff, dijadwalkan mengunjungi Moskwa pekan ini. Lawatan ini merupakan bagian dari diplomasi intensif yang juga mencakup pertemuan dengan pejabat Eropa di London pada Rabu, untuk membahas solusi damai yang memungkinkan bagi Ukraina dan Rusia.

Media AS melaporkan bahwa Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar wilayah Krimea, yang dianeksasi oleh Rusia pada 2014, diakui secara resmi sebagai bagian dari wilayah Rusia. Usulan kontroversial ini disebut akan menjadi salah satu topik utama dalam perundingan mendatang.

“Setelah ada gencatan senjata, kami siap untuk berunding dalam format apa pun,” tegas Zelensky dalam jumpa pers menjelang pertemuan penting di London.

Meski demikian, hingga kini belum ada tanda-tanda nyata bahwa Rusia bersedia mengambil langkah gencatan senjata secara konsisten. Trump, yang saat kampanye menjanjikan mampu menengahi kesepakatan damai dalam waktu 24 jam setelah menjabat, belum berhasil memperoleh konsesi apa pun dari Presiden Rusia Vladimir Putin selama tiga bulan masa jabatannya.

Baru-baru ini, Trump menyatakan optimisme bahwa kesepakatan damai dapat dicapai “minggu ini”, meskipun konflik di lapangan justru kembali memanas setelah gencatan senjata singkat selama akhir pekan Paskah. Menurut laporan pejabat Ukraina, Rusia kembali melancarkan serangan terhadap wilayah sipil di hari Senin dan Selasa setelah meredanya tembakan selama 30 jam.

Di pihak Rusia, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyampaikan bahwa konflik ini terlalu kompleks untuk diakhiri dalam waktu dekat. Ia menyebut tidak realistis menetapkan batas waktu penyelesaian damai secara kaku.

“Konflik ini tidak dapat diselesaikan dengan tergesa-gesa. Kami tidak melihat manfaat menetapkan tenggat waktu yang ketat,” kata Peskov.

Kekhawatiran Baru: Dugaan Keterlibatan China

Dalam perkembangan terpisah yang turut memanaskan ketegangan geopolitik, Ukraina memanggil Duta Besar China di Kyiv untuk menyampaikan “kekhawatiran serius”. Hal ini menyusul tuduhan bahwa warga negara China turut bertempur bersama pasukan Rusia, dan perusahaan-perusahaan asal China dituding membantu produksi perangkat keras militer Rusia.

Zelensky mengungkapkan bahwa sedikitnya 155 warga negara China diketahui terlibat langsung dalam pertempuran, dan dua di antaranya telah ditahan oleh militer Ukraina. Kementerian Luar Negeri Ukraina mengklaim telah menyerahkan bukti konkret kepada Dubes Ma Shengkun, meski pihak China membantah tudingan pengiriman senjata ke Rusia.

Pertemuan London dan Tantangan Dukungan Internasional

Pertemuan di London pada Rabu menjadi krusial dalam upaya mencari kesepakatan damai yang dapat didukung bersama oleh sekutu-sekutu Ukraina. Meski Menlu AS Marco Rubio absen karena kendala jadwal, utusan khusus untuk Ukraina, Keith Kellogg, akan menghadiri forum tersebut bersama para pemimpin Eropa.

Zelensky juga menekankan pentingnya penghentian serangan rudal dan drone terhadap infrastruktur sipil selama 30 hari, sebagai prasyarat minimum untuk melanjutkan dialog. Namun, Kremlin menilai bahwa infrastruktur sipil Ukraina kerap dimanfaatkan untuk kepentingan militer, sehingga proposal tersebut dinilai tidak realistis sepenuhnya.

“Kita harus membedakan antara fasilitas sipil dan target militer yang tersembunyi di baliknya,” jelas Peskov dalam wawancara dengan media pemerintah. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *