IKN Antara Kemegahan dan Kesepian: Harapan Baru yang Belum Hidup Sepenuhnya

Uncategorized
Bagikan Berita

PRADANAMEDIA/JAKARTA – Ibu Kota Nusantara (IKN) yang digadang-gadang menggantikan Jakarta kini mulai menampakkan wujudnya sebagai kota modern di tengah hutan Kalimantan Timur. Kota ini dibangun untuk mengatasi berbagai persoalan Jakarta seperti polusi, kepadatan penduduk, hingga ancaman tenggelam. Namun di balik kemegahan yang mulai tampak, muncul kekhawatiran bahwa IKN justru akan menjadi “kota hantu” karena masih sepi dan belum benar-benar hidup.

Clariza, wisatawan asal Sulawesi, mengaku kagum dengan suasana IKN saat berkunjung ke sana. “Rasanya seperti berada di Singapura—bersih, modern, dan sulit dipercaya bisa ada di tengah hutan,” ujarnya dikutip dari The Guardian, Jumat (31/10/2025). Ia berharap IKN benar-benar menjadi ibu kota Indonesia agar pembangunan bisa lebih merata, tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.

Namun, kekaguman itu bercampur rasa janggal. Di balik megahnya Istana Garuda, Taman Kusuma Bangsa, gedung kementerian, apartemen, rumah sakit, hingga jalan dan bandara yang terus dikerjakan, suasananya tetap terasa sunyi. “Aneh saja, megah tapi sepi. Seperti belum ada yang tinggal di sini,” tambahnya.

Meski secara resmi sudah ditetapkan sebagai ibu kota politik, IKN saat ini lebih sering diperlakukan sebagai destinasi wisata. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 menyebutkan bahwa pemindahan dan pembangunan kawasan IKN menjadi bagian dari rencana pemerintah menuju ibu kota politik penuh pada tahun 2028.

Dalam Perpres tersebut, pemerintah menargetkan tiga capaian utama: penyelesaian Kawasan Inti Pusat Pemerintahan seluas 800–850 hektare, pembangunan gedung perkantoran mencapai 20%, serta penyediaan hunian layak dan berkelanjutan hingga 50%. Bahkan, sempat muncul wacana agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mulai berkantor di IKN untuk mempercepat aktivitas pemerintahan di sana.

Meski demikian, untuk saat ini IKN masih lebih ramai oleh wisatawan dibanding pejabat atau ASN. Data mencatat, selama libur Lebaran 2025, sekitar 64 ribu pengunjung datang ke IKN, baik dari dalam negeri maupun luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam, China, Eropa, hingga Korea Selatan. Puncak kunjungan terjadi pada 3 April 2025, mencapai lebih dari 14 ribu orang dalam sehari.

Bagi sebagian warga lokal, geliat wisata itu memberi sedikit harapan. Namun bagi suku Balik—penduduk asli di sekitar Sungai Sepaku—pembangunan IKN membawa dampak berat. Arman, seorang petani dan nelayan, mengaku hasil panennya menurun drastis karena area sekitar sungai sering kebanjiran setelah proyek instalasi pengolahan air dibangun.

“Air bersih hanya mengalir ke IKN, bukan ke kampung kami,” ujarnya.

Meski kecewa, Arman tak menolak sepenuhnya pembangunan tersebut. Ia menyebut IKN sebagai proyek “simalakama”—antara peluang dan kehilangan. “Kalau proyek berhenti, kami kehilangan sumber penghasilan. Tapi kalau berjalan tanpa melibatkan kami, kami juga tetap kehilangan,” katanya penuh harap.

IKN kini berada di persimpangan: di satu sisi menjanjikan masa depan Indonesia yang lebih merata dan modern, di sisi lain masih menyimpan tanda tanya besar—mampukah kota megah ini benar-benar hidup dan berpihak pada semua warganya? (AK)


Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *