**PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Gelaran Car Free Night bertajuk Huma Betang Night yang rutin digelar setiap akhir pekan di kawasan Bundaran Besar Palangka Raya menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Di satu sisi, acara ini dianggap sebagai ruang ekspresi budaya dan hiburan publik yang positif. Namun di sisi lain, muncul kritik terhadap sejumlah aspek teknis dan administratif penyelenggaraannya.
Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Siti Nafsiah, menyatakan bahwa secara prinsip pihaknya mendukung pelaksanaan Huma Betang Night sebagai upaya inovatif Pemerintah Provinsi dalam menghidupkan ruang publik. Ia menilai, kegiatan ini memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan sektor UMKM dan ekonomi kreatif lokal, asalkan dikelola secara efektif dan efisien.

Namun demikian, lanjut Nafsiah, pelaksanaan acara tersebut perlu dievaluasi lebih lanjut. Salah satu catatan penting yang disampaikan Komisi II adalah soal pendekatan administratif yang diterapkan dalam acara berbasis budaya ini, terutama terkait instruksi kepada ASN untuk melakukan absensi serta swafoto sebagai bukti kehadiran.
“Jika tujuannya adalah pelestarian budaya dan hiburan, seharusnya partisipasi masyarakat tumbuh secara alami, bukan karena kewajiban birokratis,” ujarnya kepada Awak Media, Rabu (30/7). Ia juga mengingatkan bahwa pelaksanaan acara pada malam Minggu, yang merupakan waktu berkumpul bersama keluarga, bisa mengurangi antusiasme ASN maupun masyarakat umum.
Nafsiah juga menyoroti penggunaan anggaran dalam penyelenggaraan acara, khususnya terkait kebijakan mengundang artis nasional yang disebut menghabiskan biaya hingga ratusan juta rupiah setiap pekan. “Saya sudah sampaikan langsung kepada Gubernur saat pertemuan di IIM agar undangan artis luar tidak dilakukan secara rutin, tapi faktanya masih berlangsung,” tegasnya.
Ia menilai, pengundangan artis nasional sebaiknya dilakukan secara selektif, misalnya hanya untuk acara berskala besar seperti Hari Ulang Tahun Provinsi Kalteng, bukan sebagai agenda mingguan. “Kalau terus-menerus, itu sudah masuk kategori pemborosan anggaran yang tidak berdampak langsung pada masyarakat,” ujarnya.
Komisi II DPRD Kalteng juga menekankan bahwa indikator keberhasilan Huma Betang Night bukan sekadar keramaian atau popularitas di media sosial, tetapi sejauh mana kegiatan ini mampu meningkatkan pendapatan pelaku UMKM, memberdayakan komunitas seni lokal, dan menciptakan pengalaman yang inklusif serta aman bagi pengunjung.
Di samping itu, aspek teknis juga menjadi perhatian, terutama terkait pengalihan arus lalu lintas yang kerap menimbulkan kemacetan dan ketidaknyamanan. “Penutupan jalan tanpa mitigasi yang memadai bisa berdampak negatif. Perlu ada skema arus lalu lintas yang jelas, termasuk penyediaan rambu, jalur alternatif, dan area parkir yang memadai,” jelas Nafsiah.
Ia berharap penyelenggaraan Huma Betang Night ke depan lebih terencana dengan baik, mengedepankan efisiensi anggaran, dan melibatkan masyarakat secara lebih luas. “Kami ingin kegiatan ini benar-benar menjadi medium penguatan budaya serta penggerak ekonomi lokal yang berkelanjutan, bukan sekadar acara meriah tanpa dampak nyata,” pungkasnya. (RH)
