Gratifikasi Miliaran Rupiah dan Suap Hakim: Rudi Suparmono Didakwa di Pengadilan Tipikor

HUKAM NASIONAL

**PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sekaligus eks Ketua PN Jakarta Pusat, Rudi Suparmono, didakwa menerima gratifikasi senilai lebih dari Rp 21,9 miliar. Dakwaan tersebut disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (19/5).

Dalam dakwaan kumulatif kedua, jaksa mengungkap bahwa Rudi menerima uang dalam berbagai mata uang—yakni Rp 1.721.569.000, 383.000 dolar Amerika Serikat, dan 1.099.581 dolar Singapura. Jika dikonversikan, total nilai gratifikasi tersebut mencapai Rp 21.963.626.339,8.

“Uang tersebut disimpan oleh terdakwa di rumah pribadinya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, dan ditemukan saat penggeledahan oleh penyidik Kejaksaan Agung pada 14 Januari 2025,” ujar jaksa dalam persidangan.

Uang gratifikasi itu diduga terkait dengan jabatan Rudi saat menjabat sebagai Ketua PN Surabaya dan kemudian Ketua PN Jakarta Pusat. Namun, Rudi tidak pernah melaporkan penerimaan tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.

“Terdakwa tidak mencantumkan uang tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggat 30 hari sejak penerimaan,” tambah jaksa.

Suap Terkait Penanganan Kasus Anak Anggota DPR

Dalam dakwaan kumulatif pertama, jaksa juga menyebut bahwa Rudi menerima suap senilai 43.000 dolar Singapura dari pengacara Lisa Rachmat. Uang suap tersebut diberikan terkait pengaturan majelis hakim dalam perkara pembunuhan yang menjerat Gregorius Ronald Tannur, anak dari seorang mantan anggota DPR RI.

Atas perbuatannya, Rudi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pukulan Bagi Wibawa Lembaga Peradilan

Kasus ini kembali menyoroti isu integritas di tubuh lembaga peradilan. Seorang hakim yang menduduki posisi strategis seperti Rudi Suparmono seharusnya menjadi garda depan penegakan hukum dan keadilan. Namun, dakwaan ini justru memperlihatkan bahwa celah korupsi masih mengintai dari dalam sistem peradilan itu sendiri.

Pakar hukum menyatakan bahwa penindakan terhadap pelaku korupsi di lingkungan peradilan harus dilakukan secara tegas untuk menjaga marwah hukum dan mencegah runtuhnya kepercayaan publik terhadap institusi yudikatif. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *