OLEH: Prof. Dr. Ermaya Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI
Konflik antara India dan Pakistan, yang telah berlangsung lebih dari tujuh dekade, kini kembali menjadi sorotan karena eskalasi ketegangan yang membawa dampak lebih luas, bukan hanya di Asia Selatan, tetapi juga merembet ke kawasan Asia Tenggara. Akar persoalan yang bersifat historis, religius, dan teritorial—khususnya perebutan wilayah Kashmir—menjadikan konflik ini bukan sekadar pertikaian bilateral, melainkan isu geopolitik yang kompleks dengan implikasi global.

Sejak pemisahan India dan Pakistan pada 1947 oleh Inggris, kedua negara telah melalui beberapa perang besar, yakni pada 1947–1948, 1965, dan 1971. Meski sejumlah perjanjian damai telah dicapai, termasuk gencatan senjata tahun 1949 dan 1972, ketegangan tetap berlarut. Perbedaan ideologi—India dengan pendekatan sekulernya dan Pakistan dengan politik Islam—menambah dimensi konflik yang sulit dipertemukan. Kedua negara juga terus memperkuat militernya, termasuk dengan mengembangkan senjata nuklir, yang meningkatkan risiko konflik berskala besar.
Dalam arena diplomasi global, India cenderung didukung Amerika Serikat dan negara-negara Barat, sementara Pakistan mendapat sokongan dari China. Ketegangan ini bukan hanya menimbulkan instabilitas di kawasan, tetapi juga menciptakan ruang bagi ideologi radikal menyebar lintas batas, termasuk ke Asia Tenggara.
Indonesia dan Ancaman Radikalisasi
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan posisi strategis di Asia Tenggara, tidak bisa mengabaikan dampak tidak langsung dari konflik ini. Salah satu kekhawatiran utama adalah penyebaran radikalisasi yang dapat menyusup melalui media sosial dan jaringan ekstremis transnasional. Ketegangan bernuansa agama di Asia Selatan berisiko menjadi inspirasi bagi kelompok ekstremis di Asia Tenggara.
Kelompok-kelompok ini mengeksploitasi narasi sektarian dan memanfaatkan sentimen keagamaan yang dipicu oleh konflik India-Pakistan untuk memperluas pengaruh ideologinya. Hal ini menjadi tantangan serius bagi stabilitas sosial dan integritas politik Indonesia.
Di tengah ancaman tersebut, penting bagi Indonesia untuk memperkuat moderasi beragama, pendidikan toleransi, dan dialog antarumat beragama. Pemerintah harus menjamin bahwa ruang publik tidak dikuasai oleh narasi radikal yang dapat memecah belah bangsa. Pendidikan agama yang inklusif dan kebijakan yang mengedepankan kebhinekaan perlu dikedepankan, terutama di kalangan generasi muda.
Diplomasi Regional dan Internasional
Selain pendekatan domestik, diplomasi luar negeri Indonesia juga harus aktif dalam membangun kerja sama regional dan internasional untuk menangkal radikalisasi. Indonesia perlu memanfaatkan posisinya di ASEAN sebagai motor penggerak kolaborasi regional dalam pertukaran informasi intelijen dan penguatan kapasitas dalam penanggulangan ekstremisme.
ASEAN bisa menjadi platform strategis untuk merumuskan kebijakan bersama dalam mencegah infiltrasi ideologi radikal yang bersumber dari luar kawasan. Indonesia juga harus terus mendorong pendekatan multilateral yang menjunjung prinsip-prinsip perdamaian, keadilan, dan saling menghormati antarbangsa.
Pancasila sebagai Pilar Ketahanan Bangsa
Di tengah kompleksitas global ini, Pancasila menjadi fondasi utama dalam memperkuat daya tahan Indonesia dari ancaman ideologi transnasional yang destruktif. Dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, persatuan, dan toleransi, Pancasila tidak hanya relevan sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga sebagai perisai ideologis dari pengaruh luar yang mengancam stabilitas nasional.
Demokrasi Indonesia, yang telah tumbuh sejak era Reformasi 1998, merupakan kekuatan dalam menjaga ruang dialog yang sehat dan inklusif. Sistem politik yang terbuka memungkinkan penyelesaian konflik secara damai dan menjamin hak warga negara untuk berpartisipasi tanpa diskriminasi.
Dengan menguatkan demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa perdamaian dan stabilitas dapat dibangun melalui nilai-nilai moral yang luhur. Diplomasi Indonesia pun harus merefleksikan nilai-nilai ini dalam setiap kebijakan luar negeri, termasuk dalam merespons konflik di kawasan seperti India-Pakistan.
Indonesia Harus Proaktif dan Tegas
Konflik India-Pakistan bukan hanya ancaman regional, tetapi juga masalah global yang memerlukan kewaspadaan tinggi dari negara-negara tetangga. Indonesia tidak bisa bersikap pasif. Dengan memperkokoh Pancasila, menjaga toleransi, dan memperkuat diplomasi yang pro-perdamaian, Indonesia dapat menjadi aktor penting dalam mencegah meluasnya ketegangan dan radikalisasi ke Asia Tenggara.
Dalam dunia yang semakin terhubung dan kompleks, ketahanan ideologis, sosial, dan diplomatik menjadi kunci utama untuk menjaga Indonesia tetap damai, stabil, dan berdaulat di tengah gejolak geopolitik global. (RH)
