RUU Sistem Transportasi Nasional: Dari Regulasi Sektoral Menuju Orkestrasi Transportasi Indonesia

OPINI PUBLIK

Oleh: Dr. Eng. IB Ilham Malik
Akademisi Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Penggiat Masyarakat Transportasi Indonesia

Ketika membicarakan Rancangan Undang-undang Sistem Transportasi Nasional (RUU Sistranas), pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apakah ini akan menjadi game changer bagi masa depan transportasi Indonesia, atau sekadar menambah tumpukan regulasi tanpa daya dorong nyata?

Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 270 juta jiwa, transportasi kita tidak cukup hanya berfungsi menghubungkan titik A ke titik B. Lebih dari itu, transportasi harus mampu menyatukan ekonomi, budaya, hingga pertahanan negara.

Selama ini, pengaturan transportasi masih berjalan secara sektoral:

  • UU Jalan,
  • UU Perkeretaapian,
  • UU Pelayaran,
  • UU Penerbangan, dan
  • UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Masing-masing undang-undang cukup mendalam dalam aspek teknis, tetapi sering “bekerja sendiri-sendiri” tanpa orkestrasi terpadu. Akibatnya, sinkronisasi di lapangan minim: pembangunan jalan tidak selalu selaras dengan jalur kereta api, pelabuhan sering tidak terkoneksi dengan bandara, dan sistem tiket lintas moda masih jauh dari optimal.

RUU Sistranas: “Konstitusi Transportasi” Indonesia

RUU Sistranas berpotensi menjadi payung besar yang menyatukan semua moda transportasi dalam satu kerangka kebijakan, perencanaan, dan operasional. Ibarat sebuah rumah, UU sektoral menjadi fondasi, sementara Sistranas berperan sebagai atap yang menyatukan semuanya agar berdiri kokoh.

Jika RUU ini disahkan, UU sektoral tetap berlaku sebagai lex specialis di moda masing-masing, tetapi harus tunduk pada prinsip, norma, dan arah kebijakan nasional yang ditetapkan Sistranas.

Konsep integrasi yang ditawarkan mencakup:

  1. Integrasi fisik – pelabuhan terhubung ke jalan tol dan jalur KA logistik; bandara terhubung ke angkutan umum massal; terminal antarmoda menjadi simpul nyaman.
  2. Integrasi manajemen – kebijakan tarif, pengaturan jadwal, dan standar pelayanan minimal (SPM) konsisten antarmoda.
  3. Integrasi teknologi – e-ticketing lintas moda, sistem informasi lalu lintas, hingga traffic management center nasional.

Dengan kerangka itu, pembangunan infrastruktur tidak lagi sporadis, melainkan mengikuti koridor strategis nasional.

Tantangan Implementasi

Namun, ada tiga tantangan besar agar RUU Sistranas benar-benar efektif:

  1. Koordinasi lintas kementerian dan lembaga – saat ini UU sektoral berada di bawah Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Kepolisian RI, hingga pemerintah daerah. Menyatukan kewenangan dan anggaran tentu bukan perkara mudah.
  2. Harmonisasi regulasi – begitu Sistranas berlaku, aturan turunan UU sektoral harus direvisi. Tanpa revisi, potensi tumpang tindih akan tinggi.
  3. Pembiayaan dan investasi – diperlukan skema lintas moda. Misalnya, pembangunan jalan tol menuju pelabuhan harus dihitung sebagai satu paket dengan proyek logistik, bukan entitas terpisah.

Manfaat Strategis

Jika RUU Sistranas dijalankan dengan benar, manfaatnya akan luas:

  • Efisiensi ekonomi – waktu tempuh dan biaya logistik turun.
  • Daya saing investasi – Indonesia dipandang memiliki sistem transportasi modern dan terintegrasi.
  • Pemerataan pembangunan – daerah tertinggal terhubung lewat koridor transportasi strategis.
  • Pengurangan emisi – transportasi massal mengurangi kendaraan pribadi dan polusi.

Bayangkan, kontainer yang tiba di Tanjung Priok langsung naik kereta barang ke Jawa Tengah, lalu didistribusikan truk listrik ke kota-kota sekitar. Semua terjadwal otomatis, termonitor dari dashboard nasional. Itulah cita-cita Sistranas.

Transportasi Indonesia: Saatnya Melompat, Bukan Berjalan

Transportasi kita menghadapi tantangan ganda: mengejar ketertinggalan infrastruktur sekaligus menghadapi disrupsi teknologi global seperti smart mobility, kendaraan listrik, logistik otonom, dan big data. Tanpa kerangka Sistranas, kita akan terus terjebak dalam patchwork policy—tambal sulam kebijakan yang mahal dan lambat.

Karena itu, RUU ini harus lebih dari sekadar dokumen hukum. Ia harus menjadi peta jalan masa depan. Bukan UU sektoral yang menjadi rujukan Sistranas, melainkan Sistranas yang mengarahkan UU teknis agar relevan dengan tuntutan zaman.

Saya percaya, dengan dukungan politik, teknis, dan publik, Sistranas bisa menjadi warisan strategis pemerintahan ini. Bukan hanya menambah regulasi, tetapi menghadirkan transportasi nasional yang benar-benar terintegrasi, efisien, dan siap menghadapi masa depan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *