Menaker Yassierli: Indonesia Butuh “Next Practices” untuk Hadapi Disrupsi Dunia Kerja

NASIONAL PEMERINTAHAN

PRADANAMEDIA / TANGERANG – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan praktik terbaik (best practices) dari negara lain untuk menjawab tantangan dunia kerja yang kian kompleks. Menurutnya, Indonesia harus melahirkan “next practices”, yaitu pendekatan baru yang menggabungkan pengalaman global dengan kearifan lokal bangsa.

Hal itu disampaikan Yassierli saat menjadi pembicara kunci dalam Indonesia Human Capital & Beyond Summit 2025 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (3/9).

“Setiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Ini adalah amanat konstitusi yang harus terus kita wujudkan,” tegas Yassierli dalam keterangan resminya.

Tantangan Klasik dan Dinamika Baru

Yassierli menyoroti sejumlah persoalan klasik yang masih membayangi dunia kerja, mulai dari upah yang tidak dibayar, diskriminasi, hingga hak pesangon yang diabaikan. Sementara itu, muncul pula tantangan baru dari pekerja platform digital yang membutuhkan perlindungan hukum dan kepastian kerja.

“Semua ini menegaskan pentingnya membangun hubungan industrial yang sehat, serta regulasi yang adaptif terhadap perubahan zaman,” jelasnya.

Paradigma Baru: Pekerja sebagai Aset Bangsa

Menaker menekankan perlunya mengubah paradigma lama yang memandang pekerja sebagai beban. Di era disrupsi teknologi, kecerdasan buatan (AI), transisi hijau, serta pergeseran dominasi angkatan kerja ke generasi milenial dan Gen Z, pekerja harus ditempatkan sebagai talenta sekaligus aset bangsa.

“Generasi muda bekerja bukan hanya untuk mencari penghasilan, tetapi juga makna. Survei menunjukkan 24 persen dari mereka rela meninggalkan pekerjaan jika tidak menemukan purpose,” ungkap Yassierli.

Transformasi Berpusat pada Manusia

Menurutnya, masa depan ketenagakerjaan menuntut transformasi yang berfokus pada manusia (people-centered transformation). Organisasi perlu memberi ruang inovasi bagi generasi muda, mengubah budaya kerja dari kontrol menjadi kolaborasi, serta membangun sistem kerja yang fleksibel dan bermakna.

Ia menekankan, kompetensi masa depan tidak hanya bertumpu pada keterampilan teknis, melainkan juga pada learning agility, emotional intelligence, dan design thinking. Tiga aspek ini diyakini menjadi bekal penting untuk menghadapi perubahan yang cepat.

“Birokrasi memang berbeda dengan korporasi. Namun, bila birokrasi mampu agile dan berorientasi pada manusia, dampaknya akan luar biasa bagi bangsa,” ujarnya.

Komitmen Kemenaker

Menutup sambutannya, Yassierli menegaskan komitmen untuk menjadikan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bukan sekadar tempat bekerja, melainkan juga ruang bertumbuh bersama.

“Kemenaker harus menjadi a nice place to grow for everybody, tempat di mana semua orang bisa berkembang, berinovasi, dan memberi kontribusi nyata bagi bangsa,” pungkasnya. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *