PRADANAMEDIA / TEL AVIV – Ribuan warga Israel kembali turun ke jalan pada Selasa (26/8), menuntut pemerintah segera menghentikan perang di Gaza dan memulangkan para sandera yang masih ditahan Hamas. Aksi protes besar-besaran ini berlangsung bertepatan dengan rapat kabinet keamanan Israel yang membahas langkah terbaru dalam konflik berkepanjangan dengan kelompok bersenjata Palestina tersebut.
Sejak pagi, demonstran memblokade jalan-jalan utama di pusat Tel Aviv sambil mengibarkan bendera Israel dan mengangkat foto para sandera. Menjelang malam, massa kembali berkumpul di “Lapangan Penyanderaan”, lokasi yang telah menjadi pusat aksi keluarga korban sejak berbulan-bulan lalu.

Tak hanya di Tel Aviv, unjuk rasa juga terjadi di sekitar kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat dan di depan rumah sejumlah menteri Israel. “Pemerintah mengecewakan kami. Kami tidak akan berhenti sebelum semua sandera pulang,” teriak massa serempak sambil meniup peluit dan menabuh drum.
Yoav Vider (29), salah seorang demonstran, menegaskan tuntutannya: “Saya datang ke sini untuk menekan pemerintah agar membuat kesepakatan. Kami ingin semua sandera dipulangkan dan perang ini diakhiri.”
Netanyahu Bertahan, Rakyat Makin Geram
Usai rapat kabinet, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memberikan pernyataan singkat tanpa merinci hasil keputusan pemerintah. “Ini dimulai di Gaza, dan akan berakhir di Gaza. Kami tidak akan membiarkan monster-monster itu tetap ada,” katanya.
Pernyataan ini justru memicu kekecewaan publik, terutama keluarga sandera yang menilai Netanyahu lebih mementingakan penghancuran Hamas daripada penyelamatan warganya sendiri. Ruby Chen, ayah salah satu sandera, menuding Netanyahu bersikap dingin terhadap penderitaan mereka. “Dia rela mengorbankan 50 sandera demi kepentingan politik,” ujarnya.
Sebelumnya, kabinet keamanan Israel sempat menyetujui rencana militer untuk mengambil alih Kota Gaza, langkah yang menimbulkan kekhawatiran serius atas keselamatan para sandera.
Proposal Gencatan Senjata dan Tekanan Internasional
Di sisi lain, Hamas mengaku telah menerima proposal gencatan senjata terbaru yang diajukan para mediator internasional. Skema itu mencakup pembebasan sandera secara bertahap dalam waktu 60 hari dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina di penjara Israel.
Namun, hingga kini, Israel belum memberikan jawaban resmi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, menyebut bola kini ada di tangan Israel. “Segala yang dilakukan Netanyahu hanyalah pencitraan politik. Tanggung jawab ada pada Israel untuk merespons tawaran yang ada,” tegasnya di Doha.
Korban Perang Terus Bertambah
Sementara itu, penderitaan warga sipil di Gaza semakin parah. Serangan udara terbaru Israel pada Selasa sore menewaskan sedikitnya 35 orang, menurut laporan otoritas setempat.
Sejak perang pecah pada Oktober 2023, korban di pihak Israel mencapai 1.219 jiwa, sebagian besar warga sipil. Dari 251 orang yang diculik, 49 di antaranya masih ditahan di Gaza, dengan 27 dipastikan telah meninggal dunia.
Namun, angka korban di Gaza jauh lebih besar. Data Kementerian Kesehatan Gaza yang diakui PBB mencatat sedikitnya 62.819 warga Palestina telah tewas, mayoritas adalah penduduk sipil.
Krisis Kepercayaan dalam Negeri
Gelombang protes yang semakin membesar ini mencerminkan krisis kepercayaan rakyat Israel terhadap kepemimpinan Netanyahu. Publik menilai pemerintah gagal memberikan solusi konkret, baik untuk menghentikan perang maupun membebaskan para sandera.
Tekanan dari dalam negeri dan komunitas internasional pun semakin kuat, menempatkan Netanyahu dalam posisi politik yang kian sulit.TEL AVIV – Ribuan warga Israel kembali turun ke jalan pada Selasa (26/8/2025), menuntut pemerintah segera menghentikan perang di Gaza dan memulangkan para sandera yang masih ditahan Hamas. Aksi protes besar-besaran ini berlangsung bertepatan dengan rapat kabinet keamanan Israel yang membahas langkah terbaru dalam konflik berkepanjangan dengan kelompok bersenjata Palestina tersebut.
Sejak pagi, demonstran memblokade jalan-jalan utama di pusat Tel Aviv sambil mengibarkan bendera Israel dan mengangkat foto para sandera. Menjelang malam, massa kembali berkumpul di “Lapangan Penyanderaan”, lokasi yang telah menjadi pusat aksi keluarga korban sejak berbulan-bulan lalu.
Tak hanya di Tel Aviv, unjuk rasa juga terjadi di sekitar kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat dan di depan rumah sejumlah menteri Israel. “Pemerintah mengecewakan kami. Kami tidak akan berhenti sebelum semua sandera pulang,” teriak massa serempak sambil meniup peluit dan menabuh drum.
Yoav Vider (29), salah seorang demonstran, menegaskan tuntutannya: “Saya datang ke sini untuk menekan pemerintah agar membuat kesepakatan. Kami ingin semua sandera dipulangkan dan perang ini diakhiri.”
Netanyahu Bertahan, Rakyat Makin Geram
Usai rapat kabinet, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memberikan pernyataan singkat tanpa merinci hasil keputusan pemerintah. “Ini dimulai di Gaza, dan akan berakhir di Gaza. Kami tidak akan membiarkan monster-monster itu tetap ada,” katanya.
Pernyataan ini justru memicu kekecewaan publik, terutama keluarga sandera yang menilai Netanyahu lebih mementingakan penghancuran Hamas daripada penyelamatan warganya sendiri. Ruby Chen, ayah salah satu sandera, menuding Netanyahu bersikap dingin terhadap penderitaan mereka. “Dia rela mengorbankan 50 sandera demi kepentingan politik,” ujarnya.
Sebelumnya, kabinet keamanan Israel sempat menyetujui rencana militer untuk mengambil alih Kota Gaza, langkah yang menimbulkan kekhawatiran serius atas keselamatan para sandera.
Proposal Gencatan Senjata dan Tekanan Internasional
Di sisi lain, Hamas mengaku telah menerima proposal gencatan senjata terbaru yang diajukan para mediator internasional. Skema itu mencakup pembebasan sandera secara bertahap dalam waktu 60 hari dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina di penjara Israel.
Namun, hingga kini, Israel belum memberikan jawaban resmi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, menyebut bola kini ada di tangan Israel. “Segala yang dilakukan Netanyahu hanyalah pencitraan politik. Tanggung jawab ada pada Israel untuk merespons tawaran yang ada,” tegasnya di Doha.
Korban Perang Terus Bertambah
Sementara itu, penderitaan warga sipil di Gaza semakin parah. Serangan udara terbaru Israel pada Selasa sore menewaskan sedikitnya 35 orang, menurut laporan otoritas setempat.
Sejak perang pecah pada Oktober 2023, korban di pihak Israel mencapai 1.219 jiwa, sebagian besar warga sipil. Dari 251 orang yang diculik, 49 di antaranya masih ditahan di Gaza, dengan 27 dipastikan telah meninggal dunia.
Namun, angka korban di Gaza jauh lebih besar. Data Kementerian Kesehatan Gaza yang diakui PBB mencatat sedikitnya 62.819 warga Palestina telah tewas, mayoritas adalah penduduk sipil.
Krisis Kepercayaan dalam Negeri
Gelombang protes yang semakin membesar ini mencerminkan krisis kepercayaan rakyat Israel terhadap kepemimpinan Netanyahu. Publik menilai pemerintah gagal memberikan solusi konkret, baik untuk menghentikan perang maupun membebaskan para sandera.
Tekanan dari dalam negeri dan komunitas internasional pun semakin kuat, menempatkan Netanyahu dalam posisi politik yang kian sulit. (RH)
