Maryam Abu Daqqa, Jurnalis Gaza yang Gugur Membawa Kamera di Tengah Serangan Israel

HUKAM INTERNASIONAL

PRADANAMEDIA / GAZA – Dunia jurnalisme kembali berduka. Maryam Abu Daqqa, jurnalis foto Independent Arabia, tewas dalam serangan udara Israel yang menghantam Kompleks Medis Nasser di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Senin (25/8).

Maryam meninggal saat mendokumentasikan serangan dari gedung darurat rumah sakit tersebut. Dua serangan berturut-turut menghantam lantai empat dan bagian atas gedung, lokasi di mana para jurnalis, pasien, serta tim pemadam kebakaran berkumpul. Empat jurnalis lain turut gugur bersamanya.

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mencatat, jumlah awak media yang terbunuh sejak perang Gaza pecah pada Oktober 2023 sudah mendekati 200 orang. Angka ini disebut sebagai jumlah korban terbesar di kalangan jurnalis dalam konflik modern.

Dedikasi Seorang Jurnalis

Maryam bergabung dengan Independent Arabia pada 2020 dan sejak 7 Oktober 2023 tidak pernah absen meliput situasi perang, meski kehilangan rumah dan perlengkapan kerjanya. Dengan rompi antipeluru, ia tetap turun ke lapangan, berpamitan setiap hari kepada putra tunggalnya, Ghaith, yang kini tinggal di Uni Emirat Arab.

Dalam karya-karyanya, Maryam mengabadikan penderitaan warga Gaza: dari pengungsian, kelaparan, hingga serangan udara dan darat Israel. “Energinya tidak tertandingi. Ia selalu hadir di setiap sudut peristiwa,” kata Tahseen Al Astal, Wakil Ketua Serikat Jurnalis Palestina.

Luka Pribadi di Tengah Perang

Maryam juga memikul luka pribadi. Ia kehilangan ibunya yang sakit keras dan meninggal tanpa mendapat perawatan memadai di rumah sakit. Dalam tugasnya, ia bahkan pernah dipaksa memotret jasad rekan sesama jurnalis yang gugur. “Setiap kali saya memotret mereka, saya bertanya: apakah saya akan bernasib sama, ataukah saya selamat dari pembantaian ini?” ungkapnya dalam kenangan terakhir yang ditulis koleganya.

Keluarga Maryam larut dalam duka. “Dia lembut, peka, dan selalu membantu tanpa mengharap balasan,” kata sang kakak, Sadik. Ayahnya, Riad Abu Daqqa, memeluk jenazah putrinya sambil menangis. “Saya kehilangan putri yang paling berharga. Maryam adalah teladan kemanusiaan yang mulia,” ujarnya dengan suara bergetar.

Akan Dikenang Selamanya

Pemakaman Maryam berlangsung hening, hanya isak tangis rekan dan keluarga yang mengiringi. Independent Arabia bersama komunitas pers Palestina menyebutnya sebagai simbol keberanian dan dedikasi jurnalistik.

“Dengan kepergiannya, kami bertekad untuk melanjutkan misi jurnalisme: independen, imparsial, profesional, dan penuh keberanian—sebagaimana Maryam Abu Daqqa selalu melakukannya,” bunyi pernyataan bersama para jurnalis Gaza. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *