PRADANAMEDIA / KUANTAN SINGINGI – Festival budaya Pacu Jalur di Kuantan Singingi, Riau, tahun ini menjadi sorotan dunia berkat aksi viral seorang bocah 11 tahun bernama Rayyan Arkan Dikha. Ia memikat publik dengan tarian khas di ujung perahu tradisional saat lomba berlangsung. Gerakannya yang energik dan penuh ekspresi kemudian memicu tren global, bahkan ditiru oleh atlet kelas dunia seperti pembalap Formula 1 Alex Albon dan rider MotoGP Marc Marquez.
Fenomena ini membawa dampak nyata bagi sektor pariwisata Riau. Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, menyebut jumlah wisatawan tahun ini melonjak signifikan.
“Tahun lalu, Pacu Jalur dikunjungi 1,4 juta orang dengan perputaran ekonomi Rp 40 miliar. Tahun ini kami prediksi tembus 1,5 juta pengunjung, dengan kontribusi ekonomi mencapai Rp 74 miliar,” ujarnya kepada AFP.

Tak hanya wisatawan lokal, sejumlah turis asing juga hadir langsung menyaksikan festival yang digelar di Tepian Narosa, Sungai Kuantan, Minggu (24/8). Salah satunya Duncan McNaught, turis asal Australia, yang datang untuk merekam Pacu Jalur dan memperkenalkannya ke dunia. “Para pendayung luar biasa. Saya sangat menantikan momen ini,” katanya.
Tradisi Abad ke-17 yang Jadi Magnet Wisata
Pacu Jalur merupakan tradisi lomba perahu panjang yang berakar dari abad ke-17. Dahulu, jalur (perahu panjang) digunakan masyarakat setempat untuk mengangkut barang dan penumpang di Sungai Kuantan. Kini, tradisi itu berkembang menjadi ajang kompetisi budaya yang digelar tiap Agustus, diikuti ratusan tim dari desa dan kabupaten di Riau. Tahun ini, lebih dari 220 tim berlaga memperebutkan hadiah total Rp 900 juta.
Atmosfer perlombaan semakin meriah dengan hadirnya ribuan penonton yang memadati tepian sungai. Bahkan sebagian rela turun ke air demi melihat jalannya lomba dari dekat. Tenda dan payung berwarna-warni di sepanjang sungai menambah nuansa semarak.
Anak Coki, Simbol Semangat dan Harga Diri
Dalam tradisi Pacu Jalur, peran “anak coki” atau penari yang berdiri di ujung perahu sangat vital. Mereka bertugas menyemangati pendayung sekaligus menjaga keseimbangan perahu yang melaju kencang. Posisi ini penuh risiko, namun bagi Rayyan Arkan Dikha justru menjadi panggung untuk berkarya.
“Anak itu berdiri dan menari di atas perahu, itu sama sekali tidak mudah. Kalau ditanya apakah saya berani mencoba, jawabannya tidak,” ujar Frima (35), warga Kuansing.
Bagi masyarakat, Dikha kini menjadi ikon baru budaya Riau. Naysila Ayunita Sari (18) menilai sosok Dikha berhasil membawa identitas lokal ke panggung global. “Saya pikir sangat keren ada anak seusianya bisa menciptakan personal branding melalui Pacu Jalur. Melalui tariannya, ia memperkenalkan budaya kita ke seluruh dunia,” katanya.
Dari Sorotan Dunia ke Upaya Pelestarian Lingkungan
Popularitas Pacu Jalur juga memberi dampak positif bagi kelestarian Sungai Kuantan. Pemerintah daerah bersama aparat menertibkan aktivitas penambangan emas ilegal yang kerap mencemari sungai. Langkah ini dilakukan agar ajang budaya sekaligus identitas masyarakat Riau tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Bagi warga lokal, perhatian dunia terhadap Pacu Jalur adalah kebanggaan tersendiri.
“Saya tidak pernah menyangka semua mata tertuju pada tempat kecil di sisi barat Riau ini. Saya bersyukur Pacu Jalur kini dikenal dunia,” ujar Frima. (RH)
