“Tanah Air Melawan” Kembali Turun ke Jalan, Desak DPRD Kalteng Tanggap Isu Lingkungan dan Tanah Adat

HUKAM LOKAL

**PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Gelombang protes terhadap krisis lingkungan kembali menggema di Kota Palangka Raya. Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Tanah Air Melawan dijadwalkan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kalimantan Tengah, Rabu (2/7) siang.

Rencana aksi ini merupakan lanjutan dari gelombang protes sebelumnya pada 25 Juni 2025. Para demonstran, yang terdiri dari mahasiswa dan perwakilan berbagai organisasi masyarakat sipil, akan berkumpul di kawasan Taman Yos Sudarso, tepatnya sebelum pos polisi, sebelum bergerak menuju kantor DPRD Kalteng pada pukul 12.30 WIB.

Dalam keterangan kepada media, salah satu peserta aksi, Sugi, menyampaikan bahwa massa akan kembali mendesak wakil rakyat untuk bersikap lebih tegas terhadap persoalan lingkungan yang makin mendesak. Isu utama yang diangkat adalah masifnya deforestasi yang mengancam hutan Kalimantan Tengah, maraknya eksploitasi wilayah adat, serta menyoroti kasus serupa yang terjadi di wilayah lain, termasuk Raja Ampat.

“Kami kembali hadir untuk menyuarakan keresahan rakyat terhadap kerusakan lingkungan dan pengabaian hak-hak masyarakat adat,” ujar Andreas Sitepu, Koordinator Aksi, yang juga menegaskan bahwa jumlah massa kali ini akan lebih besar dibandingkan aksi sebelumnya.

Andreas mengungkapkan kekecewaan terhadap tanggapan DPRD Kalteng pada aksi sebelumnya, yang dinilai belum menyentuh substansi tuntutan massa. Oleh karena itu, aksi jilid II ini digelar sebagai bentuk penegasan agar para wakil rakyat tidak menutup mata terhadap krisis ekologis dan ketidakadilan struktural yang terus terjadi di daerah.

Koalisi menekankan bahwa perjuangan mereka bukan hanya untuk menyuarakan hak atas lingkungan hidup yang sehat, tetapi juga sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat adat yang terpinggirkan di tanah sendiri.

Aksi ini menjadi cerminan dari meningkatnya kesadaran kolektif masyarakat terhadap isu-isu lingkungan dan keadilan ekologis di Kalimantan Tengah, sekaligus menjadi pengingat bahwa suara rakyat tidak boleh diabaikan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *