JAKARTA/PRADANAMEDIA – Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 untuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota pada Selasa (4/2). Dalam sesi pertama, MK membacakan putusan untuk 58 perkara, di mana enam di antaranya diputuskan untuk dilanjutkan ke tahap pembuktian, sementara sisanya dinyatakan tidak dapat diterima atau ditarik oleh pemohon.
Pada sesi kedua, terdapat 54 perkara yang disidangkan. Hingga sore hari, MK telah membacakan putusan untuk 47 perkara, sedangkan tujuh perkara lainnya, termasuk perkara nomor 96 terkait Pilkada Lamandau, masih berlanjut ke tahap pembuktian. Hakim MK Arief Hidayat menegaskan bahwa perkara-perkara ini akan diperiksa lebih lanjut dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan berlangsung pada 7–17 Februari 2025.
Salah satu perkara yang berlanjut adalah gugatan pasangan Hendra Lesmana-Budiman terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lamandau, yang menetapkan kemenangan pasangan Rizky Aditya-Abdul Hamid dalam Pilkada 2024 yang digelar pada 27 November 2024.

Sejumlah Gugatan PHPU di Kalteng Ditolak MK
Dalam sidang yang digelar pukul 19.00 WIB, MK juga membacakan putusan dismissal untuk empat perkara PHPU di Kalimantan Tengah, yaitu sengketa hasil Pilgub Kalteng serta Pilkada di Kabupaten Murung Raya, Kapuas, dan Kotawaringin Timur.
Hakim Konstitusi Prof. Enny Nurbaningsih membacakan putusan untuk perkara nomor 269 terkait PHPU Pilgub Kalteng. MK menyatakan bahwa penarikan permohonan telah sesuai dengan hukum, sehingga pemohon tidak dapat mengajukan kembali gugatan serupa. MK pun memerintahkan Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan salinan permohonan kepada pemohon.
Sementara itu, untuk perkara nomor 01/PHPU.BUP-XIII/2025 terkait PHPU Kabupaten Murung Raya yang diajukan oleh pasangan Nuryakin-Doni, MK menilai permohonan tidak memenuhi syarat formil dan dianggap kabur (obscuur libel). Dengan demikian, eksepsi yang diajukan oleh KPU Murung Raya diterima, dan permohonan pemohon dinyatakan tidak beralasan hukum.
Dalam perkara nomor 164/PHPU.BUP-XIII/2025 terkait PHPU Kabupaten Kapuas, yang diajukan oleh pasangan Erlin-Alberkat, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan bahwa bukti-bukti yang diajukan tidak secara jelas menunjukkan adanya pelanggaran yang berdampak signifikan terhadap hasil pemilihan. Oleh karena itu, dalam amar putusannya, MK mengabulkan eksepsi termohon dan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Terakhir, perkara nomor 166/PHPU.BUP-XIII/2025 terkait PHPU Kabupaten Kotawaringin Timur yang diajukan oleh pasangan Sanidin-Siyono juga mengalami nasib serupa. Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyatakan bahwa setelah mendengar dalil-dalil dan alat bukti yang diajukan, MK memutuskan untuk mengabulkan eksepsi termohon dan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Dengan putusan ini, MK menegaskan bahwa seluruh proses perselisihan hasil pemilihan harus memenuhi syarat formil dan memiliki bukti yang kuat agar dapat diproses lebih lanjut dalam persidangan. (RH)
