GLOBAL/ SEOUL – Mantan Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, resmi dibebaskan dari penahanan, Sabtu (8/3) setelah pengadilan menyatakan bahwa penahanannya yang berlangsung sejak Januari tidak sah. Keputusan ini memicu gelombang protes besar di ibu kota, Seoul, dari berbagai kelompok yang memiliki pandangan berbeda terhadap pemakzulan Yoon.
Yoon sebelumnya ditahan akibat usahanya yang gagal untuk menerapkan darurat militer pada Desember lalu. Meskipun kini telah dibebaskan, ia masih menghadapi persidangan atas tuduhan memimpin pemberontakan serta menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemakzulannya, apakah akan dikonfirmasi atau dibatalkan.

Demonstrasi Besar Warnai Seoul
Sehari setelah pembebasan Yoon, puluhan ribu orang turun ke jalan pada Minggu (9/3) untuk menggelar aksi demonstrasi. Massa terbagi menjadi dua kubu utama: pendukung Yoon yang menolak pemakzulannya dan kelompok oposisi yang menuntut pemecatan total mantan presiden tersebut.
Salah satu kelompok pendukung Yoon, Gereja Sarang Jeil yang dipimpin oleh pendeta konservatif Jeon Kwang-hoon, menggelar kebaktian terbuka di dekat kediaman presiden di pusat Seoul. Berdasarkan estimasi kepolisian, hingga tengah hari, sekitar 4.500 orang telah berkumpul di lokasi tersebut.
“Dengan pembebasan Presiden Yoon, pemakzulan ini kehilangan maknanya. Ini sudah berakhir,” ujar Jeon dalam orasinya, dikutip dari kantor berita Antara.
Kelompok konservatif lainnya, Angry Blue, juga menggelar aksi protes di Paviliun Bosingak pada pukul 13.00 waktu setempat. Setelah itu, massa melakukan long march di sepanjang Jalan Jongno 3-ga untuk menegaskan penolakan mereka terhadap pemakzulan Yoon.
Kelompok Pro-Pemakzulan Gelar Aksi Massal
Di sisi lain, kelompok aktivis yang mendukung pemecatan Yoon juga menggelar aksi besar. Pada Sabtu malam, mereka berkumpul di depan Istana Gyeongbok dan melanjutkan aksi dengan konferensi pers di kompleks pemerintahan pada Minggu pagi. Mereka mengumumkan rencana aksi darurat selama sepekan guna menekan pemerintah untuk segera mengesahkan pemecatan Yoon.
Aksi besar dari kelompok ini dimulai pukul 14.00 dari Museum Istana Nasional, dengan estimasi jumlah peserta mencapai 100.000 orang. Diperkirakan, demonstrasi ini akan menyebabkan penutupan sejumlah ruas jalan utama di sekitar lokasi. Gelombang protes akan berlanjut hingga malam hari, dengan aksi lainnya yang dijadwalkan berlangsung di Gwanghwamun pada pukul 19.00.
Tekanan Politik dan Tuntutan Mundur bagi Jaksa Agung
Selain aksi demonstrasi, ketegangan politik juga meningkat. Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, menuntut Jaksa Agung Shim Woo-jung untuk mengundurkan diri. Mereka menilai Shim bertanggung jawab atas keputusan kejaksaan yang membebaskan Yoon setelah pengadilan memutuskan penahanannya tidak sah.
Situasi politik di Korea Selatan saat ini semakin memanas, dengan pembebasan Yoon yang memicu ketegangan antara pendukung dan oposisi. Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pemakzulan Yoon menjadi faktor kunci dalam menentukan arah politik negara tersebut ke depan. (RH)
