Pradanamedia / Palangka Raya – Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin, mengkritik keras adanya klausul kerahasiaan dalam perjanjian kerja sama antara sekolah dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terkait program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Kritik itu disampaikan menyusul insiden keracunan yang dialami 27 siswa SDN 3 Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, pada 4 September 2025.
Para siswa mengalami gejala seperti mual, sakit perut, hingga muntah-muntah setelah menyantap burger MBG yang diketahui menggunakan saus kedaluwarsa. Kejadian ini memunculkan kekhawatiran publik, terlebih setelah terungkap bahwa pihak sekolah diminta untuk merahasiakan informasi insiden tersebut.
“Kita harus terbuka. Ini bukan hal yang bisa ditutupi, karena menjadi bahan evaluasi agar tidak terulang,” tegas Fairid saat diwawancarai di Duta Mall Palangka Raya, Jumat (3/10/2025). Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Palangka Raya tidak terlibat langsung dalam pengelolaan teknis MBG, melainkan hanya menyediakan lahan dapur sesuai usulan Badan Gizi Nasional (BGN).
Menurut Fairid, distribusi dan pengelolaan makanan sepenuhnya menjadi tanggung jawab SPPG dan BGN. “Setelah dapur berjalan, koordinasi kita hanya kepada sekolah dan distributor. Untuk teknisnya, kita tidak terlibat,” ujarnya.
Meski demikian, Pemkot bersama Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan akan memperketat pengawasan untuk mencegah kejadian serupa. Ia juga menegaskan siap menjatuhkan sanksi tegas jika terjadi pelanggaran berulang. “Kalau masih terulang, sanksi terberat ya ditutup,” tegas Fairid.
Kepala SDN 3 Bukit Tunggal, Sujianto, membenarkan bahwa pihak sekolah diminta menandatangani perjanjian kerja sama dengan SPPG sebelum program MBG dimulai pada 19 Agustus 2025. Dalam perjanjian tersebut, terdapat poin yang mewajibkan sekolah menjaga kerahasiaan informasi apabila terjadi kejadian luar biasa, termasuk kasus keracunan.
“Saya sempat menolak menandatangani saat pertemuan pertama, karena keberatan dengan poin itu. Tapi akhirnya saya setuju di pertemuan kedua, agar sekolah tidak dianggap menolak program pemerintah,” ujar Sujianto kepada wartawan, Selasa (30/9/2025).
Ia mengaku tidak bisa membocorkan isi perjanjian secara lengkap kepada publik, dan telah menginstruksikan para guru untuk tidak menyebarkan informasi tentang insiden tersebut di media sosial. “Tapi kalau ada orang tua murid yang ingin melapor, kami tidak melarang,” imbuhnya.
Insiden ini menuai sorotan publik karena menyangkut transparansi dan keselamatan anak-anak dalam program pemerintah. Fairid berharap agar semua pihak lebih terbuka dan bertanggung jawab agar kejadian serupa tidak terulang. (AK)
