**PRADANAMEDIA/ PALANGKA RAYA – Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Edy Pratowo, angkat bicara terkait membengkaknya utang RSUD Doris Sylvanus yang mencapai angka fantastis, yakni Rp 120 miliar. Ia menegaskan bahwa persoalan ini harus diselesaikan dalam waktu 60 hari, sebagaimana rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kalimantan Tengah.
“Penyelesaian secara teknis kami serahkan kepada organisasi perangkat daerah (OPD) terkait,” ujar Edy seusai menghadiri rapat paripurna di DPRD Kalteng, Selasa (3/6).

Menanggapi dugaan adanya tindak pidana korupsi di balik utang tersebut, Edy mengatakan belum menerima laporan resmi. Ia juga menegaskan bahwa dugaan korupsi tidak bisa disimpulkan secara spekulatif tanpa data konkret.
“BPK memberikan waktu 60 hari untuk menindaklanjuti sejumlah rekomendasi. Itu akan kami ikuti,” jelasnya.
Lebih lanjut, Edy menambahkan bahwa Pemprov Kalteng akan menindaklanjuti temuan BPK melalui Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dalam hal ini diemban oleh Inspektorat Daerah. Langkah awal yang diambil adalah menyusun rencana aksi untuk menyelesaikan persoalan, termasuk kemungkinan pengembalian kerugian negara.
“Jika memang ditemukan indikasi kerugian negara, maka dana tersebut harus dikembalikan. Namun, jika hanya persoalan administrasi, tentu akan kami benahi,” tegasnya.
Pemprov kini tengah mempelajari secara mendalam rekomendasi dari BPK dan berkoordinasi dengan OPD teknis yang bertanggung jawab untuk menuntaskan utang tersebut.
“Kami akan tindak lanjuti sesuai tenggat waktu dari BPK. Kita fokus selesaikan itu dulu,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD Doris Sylvanus, Suyuti Syamsul, menyampaikan bahwa utang sebesar Rp 120 miliar tersebut kemungkinan besar berasal dari belanja rumah sakit yang melebihi pendapatan, sehingga menimbulkan defisit anggaran.
Defisit ini, kata Suyuti, terjadi sejak tahun anggaran 2023 hingga 2024—periode sebelum dirinya menjabat. Ia mengakui tidak mengetahui secara rinci apa saja belanja yang dilakukan pada masa manajemen sebelumnya.
“Salah satu alasan saya dipercaya memimpin adalah karena adanya defisit ini. Saya diberi mandat untuk menyelesaikannya,” kata Suyuti saat ditemui di Rumah Jabatan Gubernur Kalteng, Senin (2/6).
Menurutnya, manajemen lama awalnya hanya mengakui utang sebesar Rp 24 miliar. Namun dalam perkembangannya, jumlah itu terus meningkat. Pada Desember 2024, tercatat utang rumah sakit mencapai Rp 117 miliar, dan setelah audit BPK, nilainya naik menjadi Rp 120 miliar.
Sejak menjabat pada Oktober 2024, Suyuti menyatakan pihaknya sudah membayar utang sekitar Rp 60 miliar. Ia optimistis krisis keuangan ini bisa ditangani dan bahkan menargetkan kondisi keuangan RSUD Doris Sylvanus akan kembali surplus pada Oktober 2026.
Polemik utang RSUD Doris Sylvanus menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran akan tata kelola keuangan rumah sakit milik pemerintah. Penanganan tegas dari pemerintah daerah serta transparansi dalam menindaklanjuti temuan BPK sangat krusial untuk menjaga kepercayaan masyarakat, terutama dalam sektor pelayanan kesehatan. (RH)
