PRADANAMEDIA / JAKARTA — Pemerintah dan DPR resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang membawa sejumlah perubahan penting dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Salah satu ketentuan baru yang menonjol adalah diperbolehkannya pelaksanaan ibadah umrah secara mandiri.
Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 86 ayat (1), yang menyebutkan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui tiga jalur: melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), secara mandiri, atau melalui Menteri, baru-baru ini.

Selain itu, undang-undang terbaru ini juga menambahkan Pasal 87A, yang mengatur lima persyaratan utama bagi jemaah umrah mandiri, yaitu:
- Beragama Islam.
- Memiliki paspor dengan masa berlaku minimal enam bulan sejak tanggal keberangkatan.
- Memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi yang mencantumkan tanggal berangkat dan pulang secara pasti.
- Memiliki surat keterangan sehat dari dokter.
- Memiliki visa serta bukti pembelian paket layanan dari penyedia resmi melalui Sistem Informasi Kementerian.
Melalui Pasal 88A, jemaah umrah mandiri juga dijamin memperoleh dua hak utama:
- Layanan sesuai perjanjian tertulis antara penyedia layanan dan jemaah.
- Hak untuk melaporkan kekurangan pelayanan kepada Menteri Agama.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, dalam Rapat Paripurna ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, Selasa (26/8/2025), menegaskan bahwa revisi UU ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pelayanan haji dan umrah, mulai dari akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga layanan kesehatan di Makkah, Madinah, dan saat puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, serta Mina.
“Perubahan ini adalah bagian dari komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah dan memastikan efisiensi penyelenggaraan ibadah,” ujar Marwan.
Selain mengatur umrah mandiri, revisi ini juga membawa perubahan kelembagaan penting, yakni peningkatan status Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Kementerian baru ini akan berfungsi sebagai pusat layanan terpadu (one stop service) yang mengoordinasikan seluruh urusan haji dan umrah secara terintegrasi.
Langkah ini diharapkan dapat menyesuaikan regulasi nasional dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi serta menjawab tantangan penyelenggaraan ibadah di masa depan, termasuk peningkatan jumlah jemaah dan kompleksitas layanan. (RH)

