GOLABL/ KYIV – Ukraina tengah bersiap menghadapi perubahan besar dalam dinamika dukungan internasional setelah berselisih dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Ketegangan antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang diperburuk oleh perbedaan pendapat dengan Wakil Presiden AS JD Vance, telah membuat hubungan kedua negara semakin renggang. Kini, Ukraina mulai mengalihkan fokusnya ke Eropa sebagai mitra strategis dalam menghadapi agresi Rusia.

Retaknya Hubungan dengan AS
Seorang analis politik, Volodymyr Fesenko, menilai bahwa ketegangan ini merupakan pukulan bagi kedua belah pihak. Menurutnya, Amerika Serikat tidak lagi dapat dianggap sebagai sekutu utama Ukraina. “Tidak ada lagi ilusi mengenai kelanjutan dukungan militer dari AS,” kata Fesenko kepada AFP.
Dampak dari ketegangan ini dinilai cukup signifikan, mengingat selama ini bantuan AS tidak hanya mencakup pasokan senjata, tetapi juga intelijen dan komunikasi militer. Ukraina telah menerima bantuan militer sebesar 64 miliar euro (sekitar Rp 1.100 triliun) sejak awal invasi Rusia. Sementara itu, Institut Kiel, sebuah lembaga penelitian ekonomi di Jerman, mencatat bahwa total bantuan AS, termasuk bantuan keuangan dan kemanusiaan, mencapai 114,2 miliar euro (Rp 2.000 triliun) dalam kurun waktu 2022 hingga akhir 2024.
Menatap Aliansi Baru dengan Eropa
Seiring memburuknya hubungan dengan Washington, Ukraina mulai memperkuat aliansi dengan negara-negara Eropa. Uni Eropa dan negara-negara anggotanya telah memberikan bantuan senilai sekitar 132,3 miliar euro (Rp 2.275 triliun) untuk mendukung Ukraina. Sumber dari kepresidenan Ukraina menyatakan bahwa aliansi baru ini bertujuan untuk menjaga kebebasan, demokrasi, dan nilai-nilai bersama.
“Pertengkaran dengan AS adalah sebuah momen penting untuk menentukan siapa teman dan siapa lawan kami,” ujar sumber tersebut. Bahkan, menurutnya, Ukraina kini melihat Trump dan Vance sebagai pihak yang secara tidak langsung mendukung kepentingan Rusia.
Dukungan Eropa Menguat
Para pemimpin Eropa semakin menunjukkan solidaritas terhadap Ukraina setelah perselisihan dengan Trump. Menjelang pertemuan puncak di London, Downing Street menegaskan bahwa pembahasan akan difokuskan pada upaya mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan bagi Ukraina.
Meski demikian, Illya Neskhodovsky, kepala Institut Transformasi Sosial dan Ekonomi Ukraina, menilai bahwa dukungan Eropa tetap harus diuji dari segi kecepatan dan efektivitasnya. “Zelensky memang perlu membela martabat Ukraina, tetapi terlibat dalam perselisihan terbuka dengan Trump di depan publik mungkin bukan langkah yang bijaksana,” katanya.
Sementara banyak warga Ukraina yang tetap mendukung Zelensky atas sikap tegasnya, beberapa pihak di oposisi menilai konfrontasi dengan Trump bisa membawa konsekuensi buruk, terutama terkait penghentian bantuan militer dari AS. Anggota parlemen oposisi, Oleksiy Goncharenko, memperingatkan bahwa perselisihan ini menandai berakhirnya hubungan dengan Trump dan berpotensi memperburuk posisi Ukraina dalam perang melawan Rusia.
Dengan kondisi geopolitik yang semakin kompleks, langkah Ukraina dalam memperkuat aliansi dengan Eropa menjadi kunci bagi keberlangsungan perjuangannya. Apakah Eropa akan mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS? Waktu yang akan menjawab. (RH)
