Tunjangan Rumah Rp 50 Juta per Bulan untuk DPR: Hak atau Privilege di Tengah Beban Tapera Pekerja?

NASIONAL PEMERINTAHAN POLITIK

PRADANAMEDIA / JAKARTA – Polemik tunjangan rumah anggota DPR RI kembali mencuat setelah publik mengetahui bahwa nilainya mencapai Rp 50 juta per bulan, atau setara Rp 600 juta per tahun. Bila dihitung selama satu periode jabatan lima tahun, setiap anggota dewan berpotensi menerima tunjangan hingga Rp 3 miliar hanya untuk urusan tempat tinggal.

Kebijakan ini diatur melalui Surat Sekretariat Jenderal DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 yang diteken pada 25 September 2024. Aturan tersebut resmi berlaku saat anggota DPR periode 2024–2029 dilantik pada 1 Oktober 2024. Tunjangan ini diberikan sebagai kompensasi atas dihapusnya Rumah Jabatan Anggota DPR (RJA) yang dinilai banyak mengalami kerusakan dan tak layak huni.

Dengan mekanisme baru ini, anggota DPR mendapat keleluasaan untuk mengatur sendiri tempat tinggal mereka di Jakarta, sesuai kebutuhan dan preferensi masing-masing.

Namun, besarnya angka tunjangan ini segera menuai kritik publik. Pasalnya, di saat bersamaan, pemerintah tengah mewajibkan pekerja formal menyisihkan sebagian gajinya untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Berdasarkan aturan, pekerja dengan gaji Rp 4 juta per bulan, misalnya, harus rela dipotong Rp 120.000 setiap bulan untuk iuran Tapera, dengan rincian 2,5 persen dari gaji ditanggung pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja. Program ini baru bisa dinikmati beberapa tahun mendatang, berbeda dengan DPR yang langsung menerima tunjangan besar setiap bulan.

Perbandingan ini menimbulkan ironi: wakil rakyat menikmati fasilitas hunian mewah, sementara rakyat pekerja harus berhemat demi mimpi memiliki rumah sendiri.

Pemerintah Lempar Bola ke DPR

Kementerian Keuangan enggan memberikan penjelasan detail terkait tunjangan rumah Rp 50 juta tersebut. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, menegaskan hal itu merupakan domain DPR.

“Itu kan DPR, tanya DPR,” ujar Luky saat ditemui di Gedung DPR RI.

Ketika ditanya apakah tunjangan itu sudah berlaku tahun ini atau masuk dalam RAPBN 2026, Luky kembali menyerahkan penjelasan ke parlemen.

DPR Sebut Ditentukan Menkeu

Di sisi lain, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyebut tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta bukan keputusan DPR, melainkan ditetapkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Pejabat negara mempunyai satuan harga yang ditetapkan Menteri Keuangan. DPR hanya menerima. Angka Rp 50 juta itu dihitung berdasarkan konversi nilai rumah dinas yang sudah dikembalikan ke Sekretariat Negara,” kata politikus Partai Golkar tersebut.

Misbakhun menilai, tunjangan rumah penting diberikan, terutama bagi anggota DPR dari daerah yang harus hadir hampir setiap hari di Senayan. Ia menegaskan, fasilitas itu wajar karena anggota DPR adalah pejabat negara yang memiliki tanggung jawab besar. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *