**PRADANAMEDIA /PALANGKA RAYA – Program transmigrasi kembali direncanakan untuk digulirkan di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah. Kebijakan ini dinilai masih relevan dalam menjawab tantangan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan penduduk, terutama di provinsi dengan luas wilayah yang besar namun jumlah penduduk yang relatif rendah.
Suprayitno, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Palangka Raya, menyambut positif rencana pemerintah pusat yang akan mengalokasikan transmigran ke lima kawasan di Kalimantan Tengah. Menurutnya, program ini memiliki potensi besar untuk mendorong pembangunan daerah jika dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan.
“Kalimantan Tengah memiliki wilayah yang luas, tetapi kepadatan penduduknya masih rendah. Transmigrasi bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mempercepat pemerataan pembangunan,” ujar Suprayitno kepada Awak Media, Rabu (9/7).
Ia menambahkan, program transmigrasi bukanlah hal baru di Kalimantan Tengah. Sejarah mencatat bahwa beberapa wilayah yang dulunya menjadi lokasi transmigrasi kini telah berkembang menjadi daerah yang cukup maju secara ekonomi dan sosial.
“Kita bisa lihat bukti nyata dari keberhasilan program transmigrasi di masa lalu. Banyak daerah yang kini tumbuh berkat kehadiran transmigran. Namun, pengelolaannya harus serius dan berorientasi jangka panjang,” tegasnya.
Meski begitu, Suprayitno mengingatkan bahwa keberhasilan program tidak hanya ditentukan oleh aspek administratif atau teknis semata. Ia menekankan pentingnya perhatian pada aspek sosial dan psikologis para transmigran, khususnya dalam proses adaptasi terhadap lingkungan baru.
“Pemerintah harus menyediakan pendampingan dan pelatihan agar para transmigran bisa cepat beradaptasi dan produktif di tempat baru. Tanpa itu, potensi kegagalan akan tinggi,” ungkapnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya keterlibatan dan komunikasi dengan masyarakat lokal untuk menghindari gesekan sosial yang mungkin muncul akibat program ini.
“Keseimbangan komposisi antara warga lokal dan transmigran penting dijaga. Jangan sampai muncul kecemburuan karena perbedaan fasilitas yang diberikan,” kata Suprayitno.
Ia pun menanggapi pro-kontra di masyarakat mengenai fasilitas berupa rumah dan bantuan hidup selama 1,5 tahun yang diberikan pemerintah kepada transmigran. Menurutnya, isu ini harus ditangani secara transparan dan adil.
“Kalau warga lokal merasa diperlakukan tidak adil, ini bisa menjadi masalah serius. Pemerintah sebaiknya membuka peluang bagi warga lokal untuk turut serta dalam program transmigrasi,” sarannya.
Mengenai keberlanjutan program, Suprayitno menekankan pentingnya komitmen dari para peserta transmigrasi. Ia menyarankan agar pemerintah membuat mekanisme kontrol, seperti kontrak atau perjanjian tertulis, guna menghindari praktik meninggalkan lokasi setelah menerima fasilitas.
Tak kalah penting, menurutnya, adalah aspek pengawasan. Pemerintah diharapkan rutin melakukan monitoring terhadap kawasan transmigrasi agar lahan dan fasilitas yang disediakan benar-benar dimanfaatkan secara optimal.
“Tanpa pengawasan yang serius, program ini bisa stagnan atau malah gagal. Padahal, jika dikelola dengan sungguh-sungguh, transmigrasi dapat menjadi strategi efektif untuk mendukung pertumbuhan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Suprayitno. (RH)