Skandal Pilkada Bengkulu: Rohidin Mersyah Diduga Pungut Dana dari Pengusaha Tambang

HUKAM NASIONAL

PRADANAMEDIA/JAKARTA – Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, diduga meminta sejumlah uang dari para pengusaha tambang untuk mendanai pencalonannya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dugaan tersebut tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah memeriksa lima pengusaha tambang pada Kamis (20/2) pekan lalu.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengonfirmasi bahwa seluruh saksi yang dipanggil telah hadir dan dimintai keterangan terkait dugaan permintaan uang yang dilakukan oleh Rohidin Mersyah. “Penyidik mendalami terkait adanya permintaan dana oleh Saudara RM (Rohidin Mersyah) kepada para pengusaha tambang untuk kebutuhan pencalonan dirinya dalam Pilkada 2024,” ujar Tessa dalam keterangannya pada Senin (24/2).

Daftar Pengusaha yang Diperiksa Beberapa pengusaha tambang yang telah dimintai keterangan meliputi:

  • Edhie Santosa Rahardji, pengurus PT Ratu Samban Mining
  • Dedeng Marco Saputra, pengurus PT Selamat Jaya Pratama
  • Junaidi Leonardo, pengurus PT Jo Mas Citra Selaras dan PT Surya Karya Selaras
  • Yanto, pengurus PT Ferto Rejang
  • Bebby Hussy, pemilik PT Cereno Energi Selaras dan PT Inti Bara Perdana

Selain memeriksa para pengusaha, KPK juga meminta keterangan dari seorang pegawai negeri sipil (PNS) bernama Alfian Martedy. “Untuk saksi AM (Alfian Martedy), penyidik mendalami peran beliau yang bersangkutan dalam mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu atas perintah Rohidin Mersyah,” tambah Tessa.

Penetapan Tersangka dan Pasal yang Dilanggar KPK telah menetapkan Rohidin Mersyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi. Penetapan tersangka dilakukan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang berlangsung di Pemerintah Provinsi Bengkulu pada 24 November 2024.

Selain Rohidin, dua orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudan Rohidin, Evriansyah alias Anca. Para tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.

KPK terus mendalami kasus ini untuk mengungkap lebih jauh dugaan praktik korupsi yang melibatkan pejabat daerah dan pihak swasta. Masyarakat diharapkan turut serta dalam gerakan antikorupsi guna menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *