Skandal Ganda BA 20: Jaksa Dody Klaim Tanda Tangannya Dipalsukan dalam Kasus Fahrenheit

HUKAM NASIONAL

**PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Mantan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Dody Gazali Emil, mengaku tidak pernah menandatangani dua dokumen Berita Acara (BA) 20 dalam perkara investasi bodong Robot Trading Fahrenheit.

Pernyataan itu disampaikan Dody saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (3/6), dalam sidang kasus dugaan korupsi penyelewengan barang bukti yang menjerat eks jaksa Kejari Jakbar, Azam Akhmad Akhsya.

Dugaan Pemalsuan Dokumen Pengembalian Uang Korban

BA 20 merupakan dokumen resmi terkait pengembalian barang bukti yang disita penyidik kepada pihak yang berhak menerimanya. Dalam persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Sunoto menyoroti adanya dua dokumen BA 20 untuk obyek yang sama, yang diduga menunjukkan rekayasa atau pemalsuan.

“Ada yang bisa jelaskan kenapa BA 20 bisa dobel-dobel?” tanya Hakim Sunoto.

Menjawab pertanyaan itu, Dody mengaku hanya menandatangani satu dokumen BA 20. Ia menyebutkan bahwa Azam pernah memintanya menandatangani dokumen, namun menyelipkan berkas lain tanpa sepengetahuannya.

“Waktu itu Azam minta saya tanda tangan, tapi dokumennya ditumpuk. Saya tidak menyadari ada dokumen lain. Setelah saya cek kembali, itu bukan tanda tangan saya, Pak,” ujar Dody kepada hakim.

Salah satu dari dua dokumen BA 20 yang dipersoalkan berisi keterangan bahwa uang Rp 53 miliar yang seharusnya dikembalikan kepada korban investasi dipecah menjadi dua bagian: Rp 35 miliar dan Rp 17 miliar.

Hakim kemudian menegaskan, jika terdapat dua dokumen untuk obyek yang sama namun dengan rincian berbeda, maka besar kemungkinan salah satunya palsu.

“Kalau begitu, ada indikasi satu dokumen palsu?” tanya Sunoto.
“Betul, Pak,” jawab Dody.

Azam Didakwa Tilap Rp 11,7 Miliar

Dalam perkara ini, Azam Akhmad Akhsya didakwa menyalahgunakan kewenangannya untuk menilap uang senilai Rp 11,7 miliar dari barang bukti yang semestinya dikembalikan kepada para korban. Uang tersebut berasal dari hasil investasi bodong Fahrenheit.

Jaksa menyebutkan bahwa Azam tidak bertindak sendirian. Ia diduga bekerja sama dengan pengacara korban untuk mengambil alih uang tersebut. Lebih parahnya lagi, Azam disebut membagikan uang hasil korupsi itu kepada sejumlah pejabat kejaksaan.

Pembagian tersebut antara lain:

  • Rp 300 juta untuk Dody Gazali Emil (saksi),
  • Rp 500 juta untuk Kepala Kejari Jakbar, Hendri Antoro,
  • Rp 500 juta untuk mantan Kajari Jakbar, Iwan Ginting,
  • Rp 450 juta kepada mantan Kasi Pidum Sunarto,
  • Rp 300 juta ke mantan Kasi Pidum lainnya,
  • Rp 200 juta untuk Kasubsi Pratut, Baroto,
  • Rp 150 juta untuk staf Kejari Jakbar,
  • dan sejumlah uang lainnya ke pihak terkait.

Redaksional Tambahan

Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan adanya indikasi sistemik dalam penyelewengan barang bukti oleh aparat penegak hukum. Dugaan pemalsuan dokumen dan distribusi dana hasil korupsi ke berbagai pejabat mencerminkan lemahnya pengawasan internal dalam institusi kejaksaan.

Publik pun mendesak agar Kejaksaan Agung tidak hanya mengadili Azam sebagai pelaku tunggal, tetapi juga menindak tegas seluruh pihak yang terlibat agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum dapat dipulihkan. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *