Sidang Etik DKPP di Palangka Raya: Bawaslu Kalteng Bantah Lalai Tangani Kasus Politik Uang

HUKAM LOKAL

PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia menggelar sidang kode etik di Kantor KPU Kalimantan Tengah, Palangka Raya, Kamis (11/9). Sidang dengan nomor perkara 183-PKE-DKPP/VIII/2025 ini menindaklanjuti pengaduan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalteng terhadap Bawaslu Kalteng.

PMII Kalteng menilai Bawaslu tidak profesional, tidak akuntabel, dan kurang transparan dalam menangani kasus operasi tangkap tangan (OTT) dugaan politik uang pada Pilkada Barito Utara.

Menanggapi tudingan tersebut, Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi menegaskan lembaganya bekerja sesuai aturan.

“Prinsipnya, Bawaslu bekerja secara profesional dan berdasarkan regulasi. Dalam penanganan laporan pidana pemilihan, kami tetap mengacu pada bukti, kesaksian, serta koordinasi dengan Sentra Gakkumdu,” ujarnya, Jumat (12/9).

Salah satu kritik yang dialamatkan kepada Bawaslu adalah tidak dihadirkannya Deden alias Muhammad Al-Ghazali Rahman, yang sebelumnya divonis bersalah dalam kasus pidana politik uang dan disebut sebagai bagian dari tim kampanye Paslon 02. Satriadi menjelaskan bahwa beban pembuktian tetap berada di pihak pelapor, meski pihaknya tetap menambah keterangan saksi lain dan meminta masukan dari Sentra Gakkumdu Barito Utara.

Menurutnya, seluruh klarifikasi sudah disampaikan dalam persidangan, dan kini Bawaslu menunggu keputusan DKPP.

“Bawaslu tetap independen, netral, dan berintegritas dalam menjalankan pengawasan. Kami bekerja berdasarkan regulasi, bukan opini publik,” tegas Satriadi.

Di sisi lain, Ketua PKC PMII Kalteng Fikri Haikal menilai alasan Bawaslu tidak menghadirkan Deden tidak dapat diterima. Menurutnya, kehadiran Deden penting untuk mengungkap apakah kasus tersebut masuk kategori pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

“Bisa saja dilakukan lewat daring. Karena tidak, akhirnya OTT itu diputus bukan TSM. Inilah yang kami nilai keliru,” tegasnya.

Dalam sidang tersebut, PMII Kalteng mengajukan lima petitum, di antaranya meminta DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap Ketua Bawaslu Kalteng, serta memberi peringatan keras terakhir kepada empat anggota lainnya.

Fikri menambahkan, putusan DKPP biasanya keluar sekitar dua minggu setelah sidang.

“Kalau dikabulkan, tentu syukur. Kalau tidak, kami tetap menerima dengan lapang dada. Setidaknya kami sudah menjaga marwah demokrasi di Kalteng lewat jalur konstitusional,” ucapnya.

Ia menegaskan, pihaknya siap menerima apapun hasil keputusan DKPP.

“Beda dengan aksi massa, kami memilih jalur konstitusional. Yang penting, publik tahu mana yang benar dan mana yang salah,” pungkasnya. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *