Pradanamedia/Jakarta, 22 Maret 2025 – Revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menjadi Undang-Undang (UU). Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025). Namun, keputusan ini mendapat penolakan dari sejumlah pihak, termasuk mahasiswa yang melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota DPR dari Partai Demokrat, Benny K Harman, menyoroti langkah mahasiswa tersebut. Dalam unggahan di media sosial X (Twitter) pada Sabtu (22/3/2025), ia mengungkapkan bahwa pengesahan RUU TNI telah digugat ke MK.
“Saya dapat kabar bahwa pengesahan RUU TNI di DPR RI digugat ke MK,” kata Benny K Harman.
Meskipun mengakui kewenangan MK dalam menangani gugatan tersebut, Benny mengingatkan agar lembaga itu tetap berpihak pada semangat reformasi.
“MK adalah anak kandung reformasi 1998 yang diperjuangkan mahasiswa dan aktivis politik dengan darah, keringat, dan air mata. Jangan sampai MK salah jalan dan nanti dikoreksi serta diadili oleh sejarah. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah. JASMERAH. #RakyatMonitor,” tegasnya.
Mahasiswa UI Ajukan Gugatan
Tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) secara resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait revisi UU TNI yang baru disahkan DPR RI. Kuasa hukum para pemohon, Abu Rizal Biladina, menyebutkan bahwa gugatan diajukan karena ada dugaan kecacatan prosedural dalam pembentukan undang-undang tersebut.
“Alasan kami menguji ini karena melihat adanya kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Oleh karena itu, kami menyatakan bahwa Undang-Undang ini inkonstitusional secara formal,” jelas Rizal di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Para mahasiswa yang menjadi pemohon dalam gugatan ini adalah Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan Yuniar A. Alpandi. Kuasa hukum mereka adalah Abu Rizal Biladina dan Muhammad.
Lima Petitum Gugatan
Dalam gugatannya, para pemohon mengajukan lima pokok permohonan atau petitum:
- Meminta MK mengabulkan seluruh permohonan gugatan.
- Menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Menyatakan bahwa UU TNI yang baru tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945.
- Meminta MK menghapus norma baru dalam UU TNI yang disahkan dan mengembalikan norma lama sebelum revisi.
- Memerintahkan keputusan dimuat dalam berita negara.
Rizal menambahkan bahwa meskipun UU TNI yang baru belum memiliki nomor atau belum diundangkan secara resmi, ada waktu untuk koreksi atau perbaikan yang diberikan oleh MK.
“Proses registrasi memakan waktu sekitar 5-10 hari, kemudian sidang pendahuluan 1 hari, dan sidang perbaikan 14 hari. Total lebih dari 30 hari, sedangkan UU TNI yang baru disahkan pada 20 Maret, sehingga dalam 30 hari wajib diundangkan dan diberikan nomor,” katanya.
Kontroversi dalam Revisi UU TNI
Revisi UU TNI yang telah disahkan mencakup perubahan empat pasal, yaitu:
- Pasal 3: Mengatur kedudukan TNI.
- Pasal 15: Mengatur tugas pokok TNI.
- Pasal 53: Menentukan usia pensiun prajurit.
- Pasal 47: Berkaitan dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.
Revisi ini mendapat penolakan dari berbagai pihak karena dinilai dapat mengubah struktur dan peran TNI secara fundamental. Dengan adanya gugatan ke MK, keputusan akhir mengenai konstitusionalitas UU TNI yang baru akan bergantung pada hasil persidangan di Mahkamah Konstitusi. (KN)
