**PRADANAMEDIA / KABUL – Dalam sebuah langkah bersejarah dan kontroversial, Rusia secara resmi menjadi negara pertama di dunia yang mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Tindakan tersebut dikukuhkan melalui penyerahan surat kepercayaan Duta Besar Afghanistan untuk Rusia, Gul Hassan Hassan, kepada Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Andrey Rudenko, pada Kamis (3/7).
Pengakuan diplomatik ini diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, yang menilai keputusan tersebut akan membuka jalan bagi kerja sama bilateral yang lebih produktif antara kedua negara. Dalam keterangan resminya, Rusia menyatakan bahwa mereka melihat potensi besar dalam bidang perdagangan dan ekonomi, khususnya pada proyek-proyek energi, transportasi, pertanian, dan pembangunan infrastruktur.

“Kami akan terus mendukung Kabul dalam memperkuat keamanan kawasan serta memerangi ancaman terorisme dan kejahatan narkoba,” demikian pernyataan resmi dari Kemlu Rusia, dikutip dari CNN International.
Langkah Rusia ini mendapat sambutan hangat dari pemerintahan Taliban. Kementerian Luar Negeri Afghanistan menyebut keputusan Moskwa sebagai “positif dan penting”, sekaligus menjadi dorongan moral dan politik yang sangat dibutuhkan oleh kelompok yang kini memegang kekuasaan di Kabul.
Latar Belakang Historis dan Politik
Pengakuan Rusia ini mencerminkan ironi sejarah. Pada era 1980-an, Uni Soviet—pendahulu Rusia—terlibat perang sembilan tahun di Afghanistan hingga akhirnya mundur pada 1989. Para pejuang mujahidin yang dulunya melawan Soviet, kemudian menjadi cikal bakal kelompok Taliban.
Meski negara-negara seperti China, Uni Emirat Arab, dan Qatar telah menjalin komunikasi dan pertukaran diplomatik terbatas dengan Taliban, tidak ada satu pun yang memberikan pengakuan resmi hingga saat ini. Bahkan, Amerika Serikat dan sekutunya di Barat tetap memandang Taliban dengan skeptisisme tinggi, khususnya terkait rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia.
Namun, setelah Amerika Serikat menarik pasukannya dari Afghanistan pada 2021, Rusia tetap mempertahankan kehadiran diplomatik di negara itu. Lebih lanjut, pada April 2025, Rusia juga mencabut status Taliban sebagai organisasi teroris—sebuah langkah yang membuka jalan menuju pengakuan penuh.
Taliban dan Upaya Pengakuan Internasional
Taliban selama ini gencar membangun relasi internasional demi mendapatkan legitimasi sebagai pemerintah sah. Salah satu fokus utama mereka adalah membuka jalur diplomatik dengan Amerika Serikat. Sejak Presiden AS Donald Trump menjabat untuk kali kedua pada awal 2025, laporan menunjukkan adanya serangkaian dialog tak resmi antara pejabat Taliban dan perwakilan AS.
Pada Maret 2025, dua warga negara Amerika dibebaskan dari tahanan di Afghanistan. Bersamaan dengan itu, pemerintah AS mencabut hadiah jutaan dolar atas penangkapan tiga pejabat Taliban. Taliban pun dilaporkan menawarkan pembentukan kantor perwakilan mirip kedutaan di AS sebagai bentuk pendekatan diplomatik.
Meskipun upaya-upaya ini belum membuahkan pengakuan resmi dari Washington, langkah Rusia bisa menjadi preseden dan titik tekan baru dalam peta geopolitik Asia Tengah.
Pengakuan Rusia terhadap Taliban dapat menjadi katalis bagi normalisasi hubungan Taliban dengan negara-negara lain, khususnya yang berkepentingan dengan stabilitas regional, isu energi, dan geopolitik di kawasan Asia Selatan. Namun, pengakuan ini juga menimbulkan keprihatinan, terutama dari kalangan pegiat HAM dan pengamat demokrasi, mengingat rekam jejak Taliban dalam pelanggaran kebebasan sipil dan diskriminasi terhadap perempuan.
Langkah Rusia ini menandai babak baru yang mengguncang tatanan diplomasi global pasca-pemerintahan Taliban—yang selama ini diisolasi—kini mulai menembus panggung internasional. (RH)
