Rapat di Hotel Boleh, Tapi Kantor Tetap Prioritas: Komisi II DPR Ingatkan Pemda Soal Efisiensi Anggaran

NASIONAL PEMERINTAHAN

**PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengingatkan pemerintah daerah agar tetap memprioritaskan penggunaan fasilitas kantor untuk rapat-rapat berskala kecil, meskipun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah memberikan lampu hijau bagi pelaksanaan rapat di hotel atau restoran.

Pernyataan ini disampaikan Rifqi merespons kebijakan terbaru Mendagri yang memperbolehkan pemerintah daerah mengadakan kegiatan di luar kantor dengan catatan tidak dilakukan secara berlebihan.

“Jika skalanya kecil dan tidak terlalu penting, maka sebaiknya tetap menggunakan kantor. Jangan semua jenis rapat langsung diarahkan ke hotel,” ujar Rifqi kepada awak media, Senin (9/6).

Pemda Diminta Buat Skala Prioritas

Menurut Rifqi, penting bagi pemerintah daerah untuk memiliki pedoman prioritas dalam menentukan jenis rapat yang layak digelar di hotel atau restoran. Hal ini menjadi tanggung jawab kepala daerah—gubernur, bupati, maupun wali kota—bersama sekretaris daerah sebagai pengelola anggaran.

“Perlu ada penyusunan agenda mana saja yang pantas dilaksanakan di luar kantor. Tidak semua rapat harus keluar gedung. Skala dan urgensi rapat perlu menjadi pertimbangan utama,” tambahnya.

Usul Penyusunan Juknis dan Standar Biaya

Lebih lanjut, Komisi II DPR telah mendorong pemerintah pusat agar segera menyusun petunjuk teknis (juknis) dan standar biaya untuk kegiatan rapat di luar kantor, baik oleh kementerian/lembaga maupun pemda.

“Di tengah semangat efisiensi dan efektivitas anggaran, aturan teknis semacam ini sangat dibutuhkan agar tidak terjadi pemborosan atau pelanggaran asas kepatutan dalam penggunaan anggaran negara,” tegas Rifqi.

Kebijakan Mendagri: Dukung Ekonomi, Tapi Tetap Terkendali

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan bahwa kegiatan rapat di hotel dan restoran diperbolehkan selama tidak dilakukan secara boros atau serampangan. Hal ini ia sampaikan saat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi NTB di Mataram, Rabu (4/6).

“Silakan daerah laksanakan kegiatan di hotel dan restoran, tapi jangan berlebihan,” ujar Tito.

Tito juga menambahkan bahwa pemerintah daerah sebaiknya memilih hotel atau restoran yang mengalami penurunan tingkat hunian (low occupancy) untuk mendukung pemulihan sektor perhotelan yang terdampak.

“Pilih hotel yang sedang kesulitan agar tetap bisa hidup. Ini juga bagian dari menggerakkan ekonomi lokal,” katanya.

Dengan demikian, kebijakan ini tetap membuka ruang bagi fleksibilitas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, namun harus dijalankan dengan prinsip akuntabilitas dan prioritas anggaran. Pemerintah daerah diingatkan untuk tidak terjebak pada pola konsumtif yang justru kontraproduktif terhadap semangat efisiensi yang digaungkan pemerintah pusat. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *