Ramadhan di Perantauan: Mahasiswa Indonesia di Mesir Nikmati Suasana Hangat di Tengah Musim Dingin

INTERNASIONAL PENDIDIKAN

GLOBAL/ KAIRO – Berpuasa di negeri orang memiliki tantangan tersendiri, namun bagi Nahika Asna Taqiyya, mahasiswa Universitas Al Azhar, Ramadhan di Mesir justru memberikan pengalaman yang berkesan. Tahun ini, ia menjalani ibadah puasa di tengah musim dingin dengan suhu berkisar antara 10-20 derajat Celsius.

“Pada Ramadhan kali ini, di Mesir sedang dilanda musim dingin dengan suhu sekitar 10-20 derajat Celsius,” ungkapnya kepada awak media, Minggu (23/3).

Semarak Ramadhan: Buka Puasa Gratis di Jalanan Mesir

Menurut Nahika, suasana Ramadhan di Mesir terasa lebih hidup dibandingkan hari-hari biasa. Salah satu tradisi yang menarik adalah adanya buka puasa gratis yang digelar di berbagai titik di sepanjang jalan.

“Kebanyakan mahasiswa, termasuk saya, lebih memilih berbuka di tempat-tempat tersebut. Selain itu, Al Azhar sendiri menyediakan banyak porsi berbuka khusus untuk mahasiswa asing, sehingga pilihan untuk berbuka semakin beragam,” jelasnya.

Untuk sahur, mahasiswa asal Indonesia biasanya memilih untuk memasak sendiri. Mereka membentuk jadwal piket memasak bersama di rumah masing-masing, menciptakan suasana kekeluargaan di perantauan.

Tradisi Ramadhan di Mesir: Lampu Hias dan Kebersamaan

Ramadhan di Mesir juga identik dengan gemerlap lampu-lampu hias yang dipasang di sepanjang jalan. Masyarakat Mesir dikenal senang mempercantik lingkungan saat ada perayaan, termasuk di bulan suci ini.

“Selain menghias jalanan, orang Mesir juga dikenal dermawan selama Ramadhan. Mereka banyak berbagi makanan berbuka puasa secara gratis,” tambah Nahika yang tergabung dalam Organisasi Kelompok Studi Walisongo.

Puasa di Jepang: Tradisi Unik dan War Takjil

Tak hanya di Mesir, WNI di negara lain juga memiliki pengalaman menarik selama Ramadhan. Syaifiyatul Hasanah, seorang mahasiswa Indonesia yang tinggal di Jepang, merasakan pengalaman serupa dalam menjalankan ibadah puasa di musim dingin.

Di Jepang, buka bersama biasanya diadakan setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu di masjid. Tarawih tetap dilaksanakan seperti biasa, namun tadarus Al-Qur’an dilakukan secara daring melalui Zoom setelah Subuh agar tidak tidur terlalu pagi.

Hal menarik lainnya adalah adanya “war takjil”, tradisi yang mirip dengan Indonesia. “War takjil di Jepang justru lebih variatif karena ada kombinasi menu yang berbeda setiap harinya,” ujar Syaifiyatul yang merupakan Ketua Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) Muslimat NU Jepang.

Ramadhan di Perantauan: Antara Rindu dan Kebersamaan

Bagi mahasiswa Indonesia yang menjalani Ramadhan di luar negeri, suasana di perantauan tentu menghadirkan tantangan tersendiri. Namun, tradisi berbagi, kebersamaan dengan sesama mahasiswa, serta suasana khas Ramadhan di berbagai negara membuat momen ini tetap terasa hangat dan berkesan, meski jauh dari keluarga. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *