Puasa di Turkiye dan Jepang: Durasi Sama, Tarawih Lebih Singkat

INTERNASIONAL SOSIAL BUDAYA

GLOBAL/ ANKARA – Durasi puasa di berbagai negara berbeda-beda, bergantung pada posisi geografis dan musim yang sedang berlangsung. Di Indonesia, umat Muslim berpuasa selama sekitar 13 jam. Namun, di beberapa negara, waktu puasa bisa lebih panjang atau lebih singkat. Hal ini juga dialami oleh warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri, seperti di Turkiye dan Jepang.

Puasa di Turkiye: Sama Seperti Indonesia, tapi Bisa Lebih Lama Saat Musim Panas

Fauzul Azhim Bin Fakhrurazi, seorang WNI berdarah Minang yang saat ini memimpin National Youth Council (NYC) Indonesia cabang Turkiye, membagikan pengalamannya menjalani ibadah puasa di negeri dua benua tersebut. Menurutnya, saat ini durasi puasa di Turkiye sama dengan di Indonesia, yakni sekitar 13 jam.

“Untuk sahur atau subuh pukul 06.00 dan berbuka puasa atau magrib pukul 19.00. Jadi lamanya 13 jam,” ujarnya kepada awak media, Selasa (11/3).

Namun, Fauzul menjelaskan bahwa durasi puasa di Turkiye tidak selalu sama sepanjang tahun. Saat musim panas, waktu puasa bisa mencapai 18 jam, sehingga ia harus menjaga kondisi tubuh agar tetap bugar. “Untungnya sekarang musim dingin, jadi puasanya lebih singkat dan lebih mudah dijalani,” tambahnya.

Selain itu, Fauzul mengungkapkan adanya tradisi buka puasa gratis yang banyak ditemukan di Turkiye. “Banyak tempat yang menyediakan buka puasa gratis, baik dari pemerintah maupun lembaga independen. Ini mirip dengan di Indonesia, di mana masjid-masjid menyediakan hidangan berbuka,” katanya.

Meski begitu, ada perbedaan mencolok antara Ramadhan di Turkiye dan Indonesia. Salah satunya adalah restoran dan warung makan yang tetap beroperasi pada siang hari selama Ramadhan. “Jadi bagi yang tidak berpuasa tetap bisa mencari makan dengan mudah,” ujarnya.

Tarawih di Turkiye: Lebih Cepat Dibandingkan di Indonesia

Fauzul juga menyoroti perbedaan dalam pelaksanaan shalat tarawih. Di Turkiye, imam cenderung membaca surat dengan lebih singkat, bahkan hanya satu ayat atau satu tarikan napas. “Shalat tarawih di sini relatif cepat dibandingkan dengan di Indonesia,” tuturnya.

Meski demikian, suasana malam pertama Ramadhan tetap meriah. Masjid-masjid di Turkiye dipenuhi jemaah yang ingin menunaikan ibadah shalat tarawih, menciptakan atmosfer yang khusyuk dan penuh kebersamaan.

Pengalaman Puasa di Jepang: Sejuk dan Tidak Terasa Berat

Hal serupa juga dirasakan oleh Syaifiyatul Hasanah, mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh studi S3 di Jepang. Pada Ramadhan tahun ini, durasi puasa di Jepang juga sekitar 13 jam, sama seperti di Indonesia dan Turkiye.

“Di Jepang menyenangkan karena cuacanya dingin, jadi puasanya tidak begitu terasa berat,” kata Syaifiyatul kepada awak media, Sabtu (8/3).

Menurutnya, umat Muslim di Jepang memiliki tradisi buka puasa bersama yang rutin diadakan setiap akhir pekan, khususnya pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu di masjid-masjid.

“Untuk shalat berjamaah dan tarawih, suasananya hampir sama seperti di Indonesia. Namun, untuk tadarus, biasanya kami lakukan secara online melalui Zoom setelah subuh, agar tidak tidur pagi usai sahur dan shalat subuh,” jelasnya.

Syaifiyatul, yang akrab disapa Sevy, saat ini juga menjabat sebagai Ketua Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) Muslimat NU Jepang. Ia menuturkan bahwa komunitas Muslim di Jepang cukup solid, meski jumlahnya tidak sebanyak di negara-negara mayoritas Muslim.

Kesimpulan: Pengalaman Berbeda, Esensi Sama

Meskipun terdapat perbedaan dalam durasi puasa dan kebiasaan masyarakat di masing-masing negara, esensi Ramadhan tetap sama bagi umat Muslim di mana pun mereka berada. Dari Turkiye hingga Jepang, suasana ibadah, kebersamaan, serta semangat menjalankan puasa tetap terasa meskipun dalam situasi yang berbeda. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *