Jakarta – Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang dikelola oleh Agung Sedayu Group, menuai kontroversi tajam. Warga Kabupaten Tangerang dan Serang, Banten, terutama komunitas nelayan, menyampaikan penolakan keras terhadap proyek ini karena dianggap merugikan mereka. Salah satu dampak utama adalah hilangnya akses nelayan ke laut, yang merupakan sumber utama penghidupan mereka.
Masalah ini juga menarik perhatian Ombudsman Provinsi Banten. Kepala Perwakilan Ombudsman, Fadli Afriadi, mengungkapkan adanya indikasi maladministrasi dalam pelaksanaan proyek tersebut. Salah satu tindakan yang paling disorot adalah pembangunan pagar laut sejauh satu kilometer dari bibir pantai Kronjo serta penutupan jalur air di Desa Muncung. Menurut Fadli, langkah tersebut melanggar prinsip pengelolaan wilayah pesisir dan secara langsung merugikan masyarakat setempat.
Selain itu, kritik tajam juga datang dari Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI). Juju Purwantoro, sebagai presidium AKSI, mempertanyakan penunjukan PIK 2 sebagai PSN oleh Presiden Jokowi pada masa akhir jabatannya. Dengan investasi senilai Rp 40 triliun, proyek ini dipercayakan kepada Agung Sedayu Group yang dimiliki oleh Aguan dan Antoni Salim. Namun, Juju menuduh pengembang menggunakan metode ‘penyelundupan hukum’ untuk mengambil alih tanah rakyat dengan dalih legalitas yang dirancang secara sistematis.
Proyek ambisius ini tidak hanya menjadi simbol pembangunan besar-besaran, tetapi juga memunculkan pertanyaan besar tentang dampaknya terhadap masyarakat lokal dan pelanggaran prinsip hukum yang seharusnya melindungi hak-hak warga. (KN)
