PRADANAMEDIA / JAKARTA – Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang Tri Hartono, mengungkapkan modus terbaru operator judi online (judol) dalam mengelabui masyarakat. Salah satunya dengan cara memanfaatkan rekening bank yang dibuka oleh orang lain.
“Modusnya, mereka mendekati orang-orang untuk membuka rekening di bank. Nasabah diminta datang langsung, diberi modal Rp500.000 untuk membuka rekening, lalu setelah selesai, rekening tersebut langsung diambil alih dan pemiliknya diberi upah Rp500.000,” ujar Danang di Bareskrim Polri, Rabu (27/8).
Praktik jual-beli rekening ini, lanjutnya, tidak hanya digunakan untuk judi online, tetapi juga kejahatan digital lain seperti penipuan, peretasan, hingga tindak pidana pencucian uang. Fenomena ini dinilai merusak kepercayaan publik terhadap sistem perbankan.

Selain rekening konvensional, para pelaku juga memanfaatkan bank digital dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk mengelabui verifikasi identitas. “Ada kasus ketika data identitas yang diunggah sesuai dengan database, tetapi orang yang membuka rekening berbeda. Untungnya, sistem perbankan sudah mulai bisa mendeteksi anomali ini,” jelasnya.
Tidak hanya rekening, merchant QRIS juga menjadi sasaran. Menurut Danang, banyak merchant yang diperjualbelikan untuk memfasilitasi transaksi ilegal. “QRIS berbasis merchant ini kini sudah banyak diperdagangkan, dan hal ini perlu jadi perhatian serius kita semua,” tegasnya.
Karena itu, PPATK mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan memberikan data pribadi maupun rekening kepada pihak lain. “Kesadaran masyarakat adalah benteng utama. Jangan pernah mengalihkan rekening atau data pribadi, karena bisa dimanfaatkan untuk kejahatan,” kata Danang.
Tiga Penyelenggara Judi Online Ditangkap
Di sisi lain, polisi berhasil menangkap tiga orang penyelenggara judi online yang terkait kasus besar di Yogyakarta. Ketiganya berinisial MR, BI, dan AFA, ditangkap di Jakarta Utara pada 19 Agustus 2025.
Kasus ini sebelumnya menjadi sorotan publik setelah lima orang ditangkap di Yogyakarta pada Juli lalu. Ironisnya, penangkapan itu sempat dipertanyakan masyarakat dan anggota DPR karena dianggap justru merugikan bandar judol.
Para tersangka kini dijerat sejumlah pasal berat, mulai dari UU ITE Nomor 1 Tahun 2024, UU Transfer Dana Nomor 3 Tahun 2011, UU TPPU Nomor 8 Tahun 2010, hingga Pasal 303 KUHP tentang perjudian. (RH)
