PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) salah satu perusahaan pengolahan Zirkon menuai polemik. Kebijakan ini dinilai dapat memicu keresahan hingga aksi demonstrasi, mengingat ribuan masyarakat menggantungkan hidup dari sektor pertambangan rakyat.
Sebagaimana diketahui, RKAB merupakan dokumen wajib bagi perusahaan tambang mineral dan batu bara yang memuat rencana kegiatan, estimasi produksi, perencanaan biaya, serta program pengelolaan lingkungan. Dokumen tersebut harus diajukan setiap tahun untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian ESDM.

Dengan adanya pencabutan izin ini, aktivitas pengolahan dan penjualan Zirkon otomatis terhenti. Kondisi tersebut membuat banyak pengusaha lokal terpukul dan masyarakat kehilangan sumber pendapatan utama.
“Kalau RKAB dicabut, otomatis penjualan Zirkon berhenti total. Usaha masyarakat mati suri,” ungkap salah seorang pengusaha lokal yang enggan disebutkan namanya, Senin (1/9).
Ketua Dewan Pembina Aliansi Ormas Dayak Asli Kalimantan Tengah, EP Romong, SH, juga menilai langkah pemerintah daerah kurang bijak karena memutus rantai ekonomi masyarakat kecil.
“Kami akan membahas persoalan ini agar tidak merugikan rakyat. Pemerintah seharusnya mencari solusi yang berpihak, bukan justru mematikan usaha yang sudah lama menjadi tumpuan masyarakat,” tegas Romong.
Menurutnya, para pelaku usaha tidak keberatan memenuhi kewajiban membayar pajak daerah, asalkan kebijakan dibuat melalui evaluasi matang dan tidak dipengaruhi pihak yang kurang memahami teknis pertambangan mineral.

Sementara itu, dari unsur legislatif, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, menyatakan pihaknya akan segera mencari solusi.
“Saya akan berkoordinasi dengan Ketua DPRD untuk mencari jalan keluar terkait penutupan sejumlah gudang penampung Zirkon hasil limbah tambang emas masyarakat,” ujarnya.
Hingga kini, masyarakat dan pelaku usaha masih menanti langkah konkret pemerintah daerah dalam meredam dampak pencabutan RKAB. Banyak pihak berharap kebijakan tersebut bisa ditinjau kembali agar tidak menimbulkan gejolak sosial dan kerugian ekonomi yang lebih besar. (RH)
