**PRADANAMEDIA/ JAKARTA – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menyoroti seriusnya dampak dari pemilihan kepala daerah (pilkada) ulang di Kabupaten Barito Utara. Ia menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) bukan hanya menguras anggaran negara, tetapi juga menimbulkan beban bagi masyarakat.
Menurut Bima, anggaran sebesar Rp 27 miliar yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan pilkada ulang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk program-program pembangunan yang lebih bermanfaat bagi warga Barito Utara.

“Rp 27 miliar harus keluar lagi untuk PSU. Kasihan rakyatnya, ini persoalan yang sangat serius,” ujar Bima dalam diskusi revisi Undang-Undang Pemilu di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (19/5).
Ia juga menyoroti perlunya pembenahan aturan hukum agar tidak setiap hasil pilkada bisa dengan mudah digugat ke MK dan berakhir pada keputusan PSU yang terus berulang. Menurutnya, ada urgensi untuk menetapkan ambang batas atau kriteria tertentu dalam pengajuan sengketa pilkada ke MK.
“Terus menerus terjadi PSU di atas PSU, sampai kapan? Tidak mungkin kita memveto MK, tapi pemerintah perlu duduk bersama dalam kerangka konstitusi untuk menyusun mekanisme pembuktian yang lebih ketat,” tegas mantan Wali Kota Bogor tersebut.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar pemilihan ulang di Kabupaten Barito Utara dalam jangka waktu maksimal 90 hari sejak putusan dibacakan. PSU ini dipicu oleh temuan bahwa seluruh pasangan calon dalam Pilkada Barito Utara Tahun 2024 terbukti melakukan praktik politik uang, sehingga didiskualifikasi.
“Memerintahkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 harus sudah dilaksanakan dalam waktu paling lama 90 hari sejak Putusan a quo diucapkan,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan perkara Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025, Rabu (14/5).
Dengan anggaran yang begitu besar dan dampak sosial-politik yang timbul, kasus ini memunculkan desakan agar sistem pengawasan dan regulasi pilkada diperkuat. Wacana penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah sebagai solusi alternatif pun mulai mengemuka, termasuk usulan agar Presiden menunjuk langsung Pj Bupati Barito Utara ketimbang menggelar pilkada ulang yang rawan penyimpangan. (RH)
