OLEH : Prof. Dr. Ermaya Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI
JAKARTA – Pergeseran besar sedang berlangsung di panggung geopolitik dunia. Dukungan terbuka sejumlah negara Barat terhadap pengakuan kemerdekaan Palestina kini kian nyata, menandai pergeseran moral dan strategis yang signifikan setelah puluhan tahun konflik Israel–Palestina terjebak kebuntuan.
Negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, dan Norwegia telah mengakui Palestina, sementara Prancis, Inggris, dan Kanada memberi sinyal akan mengikuti langkah serupa pada Sidang Umum PBB di New York, September mendatang. Portugal pun turut menyatakan kesiapan memulai proses pengakuan.

Menurut Prof. Dr. Ermaya, Dewan Pakar Bidang Geopolitik dan Geostrategi BPIP RI, dukungan Eropa ini bukan sekadar respons kemanusiaan terhadap krisis Gaza yang telah merenggut puluhan ribu nyawa, tetapi juga bagian dari strategi baru Eropa untuk memosisikan diri sebagai kekuatan moral dan diplomatik alternatif di tengah menurunnya dominasi geopolitik lama yang berpusat pada Amerika Serikat dan sekutunya.
“Isu Palestina kini menjadi indikator penting dalam pembentukan tatanan dunia baru yang lebih multipolar,” tegasnya.
Tantangan Hegemoni Lama dan Munculnya Poros Multipolar
Perubahan sikap sejumlah negara Eropa tidak terlepas dari guncangan terhadap tatanan global pasca-Perang Dingin. Invasi Rusia ke Ukraina, ketegangan di Laut Cina Selatan, dan konflik berkepanjangan di Timur Tengah telah melemahkan kepercayaan terhadap dominasi politik dan moral Amerika Serikat, bahkan di kalangan sekutu dekatnya di Eropa Barat.
Fenomena ini sejalan dengan kebangkitan blok-blok geopolitik baru seperti BRICS Plus, yang mengusung agenda multipolar dan memperkuat kerja sama Selatan–Selatan. Negara-negara non-Barat seperti China, Rusia, India, Brasil, dan Afrika Selatan kian mempengaruhi arah kebijakan global dengan narasi yang menekankan keadilan sosial dan kedaulatan negara.
Prof. Ermaya menilai, dukungan Eropa terhadap Palestina sekaligus menjadi koreksi atas standar ganda Barat terkait hak asasi manusia, dan membuka ruang bagi peran lebih besar lembaga internasional seperti Mahkamah Internasional dan Dewan HAM PBB untuk mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran hukum humaniter, termasuk oleh negara kuat seperti Israel.
Peluang Strategis bagi Indonesia
Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar di dunia Muslim dan anggota G20, memiliki legitimasi moral dan politik yang kuat untuk berperan sebagai jembatan dialog antara Barat dan Timur, serta antara dunia Islam dan negara-negara Eropa.
“Indonesia memiliki modal diplomatik yang unik: konsistensi mendukung kemerdekaan Palestina, posisi nonblok, dan komitmen pada hukum internasional,” kata Prof. Ermaya.
Ia mendorong agar Indonesia tidak hanya bersikap normatif, melainkan mengambil langkah diplomatik proaktif dengan memanfaatkan momentum pengakuan Eropa. Ini termasuk membangun poros diplomasi Selatan–Selatan yang menghubungkan negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk memperkuat dukungan global terhadap Palestina.
Indonesia juga dinilai memiliki peran sentral di OKI, MIKTA, dan ASEAN untuk mendorong gencatan senjata permanen, memperluas bantuan kemanusiaan, dan memperkuat fungsi Otoritas Palestina sebagai representasi sah rakyat Palestina.
ASEAN: Dari Sikap Pasif ke Aksi Kolektif
Meski beberapa negara anggota ASEAN—seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei—secara konsisten menyuarakan dukungan terhadap Palestina, sikap ASEAN secara kelembagaan masih cenderung moderat. Prof. Ermaya menilai, momentum geopolitik saat ini menuntut ASEAN mengambil peran yang lebih aktif sebagai jembatan dialog global, termasuk menjalin kerja sama kemanusiaan dengan Uni Eropa, Liga Arab, dan BRICS.
“ASEAN harus berani memperluas peran dari sekadar pengelola isu regional menjadi aktor moral global yang relevan,” ujarnya.
Langkah strategis yang direkomendasikan antara lain mendorong pengakuan Palestina di Sidang Umum PBB, membentuk forum diplomasi kemanusiaan kawasan, serta mengadopsi pendekatan human security yang menempatkan perlindungan warga sipil sebagai prioritas utama.
Ujian Moral bagi Dunia
Menurut Prof. Ermaya, dukungan terhadap Palestina kini bukan hanya soal politik luar negeri, tetapi juga ujian moral bagi negara-negara yang mengaku menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“Bagi Indonesia, ini adalah amanat konstitusi: menolak penjajahan dan membela keadilan global. Bagi ASEAN, ini adalah kesempatan membangun identitas baru sebagai komunitas politik yang bukan hanya stabil secara internal, tetapi juga berperan aktif mempromosikan keadilan dan perdamaian dunia,” tegasnya. (RH)
