PDIP dan Dinamika Politik: Respons Megawati Usai Penahanan Hasto Kristiyanto

OPINI PUBLIK POLITIK

PRADANAMEDIA/ PALANGKA RAYA – Suhu politik nasional semakin memanas setelah Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (20/2) malam. Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan atau Obstruction of Justice (OJ).

Usai penahanan Hasto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memutuskan untuk tidak menghadiri agenda retreat atau pembekalan di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. Diketahui, sebanyak 961 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah dilantik oleh Presiden Prabowo pada Kamis (20/2) pagi dijadwalkan mengikuti agenda lanjutan retreat di Akmil Magelang pada 21–28 Februari 2025.

Analisis Politik: Respons PDIP sebagai Bentuk Perlawanan?

Pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR), Ricky Zulfauzan, menilai bahwa sikap PDIP dalam menyikapi kasus ini mencerminkan bentuk perlawanan dari Megawati. Menurutnya, langkah tersebut diambil untuk mempertahankan legitimasi partai.

“Penahanan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berusaha digiring sebagai isu politik, padahal pada dasarnya ini adalah kasus hukum yang berdampak pada dinamika politik nasional,” ujar Ricky kepada awak media, Jumat (21/2).

Ia juga menyoroti guncangan internal dalam PDIP, terutama karena partai ini sangat bergantung pada figur ketokohan. “Megawati kemungkinan besar akan tetap menjadi Ketua Umum seumur hidup, mengingat Puan Maharani maupun Prananda belum memiliki kekuatan politik yang sebanding dengan ibunya,” tambahnya.

Konstruksi Hukum dan Kepentingan Politik di Balik Penahanan Hasto

Dari aspek hukum, Ricky menyebut bahwa kasus Hasto Kristiyanto sudah cukup jelas. Ia merujuk pada laporan investigasi yang telah lama beredar di media, termasuk yang diungkap oleh Tempo, bahwa Hasto diduga sebagai aktor intelektual dalam kasus buronan Harun Masiku.

Meskipun kasus ini bersifat hukum, Ricky menegaskan bahwa tidak ada perkara yang sepenuhnya lepas dari kepentingan politik. “Penahanan Hasto dapat dibaca sebagai upaya untuk memastikan ia tidak terlibat dalam Kongres PDIP mendatang. Dengan demikian, ada kepentingan besar yang menginginkan agar partai ini tidak terlalu konfrontatif terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa,” paparnya.

Dampak Bagi Kepala Daerah PDIP yang Tidak Mengikuti Retreat

Saat ditanya mengenai dampak bagi kepala daerah dari PDIP yang tidak mengikuti retreat di Akmil Magelang, Ricky menyatakan bahwa mereka tidak bisa diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala daerah. “Kader PDIP yang tidak patuh terhadap instruksi partai memang bisa mendapatkan sanksi, seperti pemecatan dari keanggotaan partai, tetapi itu tidak akan mempengaruhi jabatannya sebagai kepala daerah,” jelasnya.

Sebaliknya, bagi kepala daerah yang memilih mengikuti instruksi partai dan menunda keikutsertaan dalam retreat, Ricky menilai hal itu juga tidak menyalahi aturan normatif. Namun, ia mengingatkan bahwa Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan memiliki kewenangan yang melekat. “Dikhawatirkan, hal ini dapat berdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kepala daerah yang dianggap tidak patuh,” pungkasnya.

Sebagai informasi, salah satu kader PDIP yang juga menjabat sebagai Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, telah menyatakan akan menunda keikutsertaannya dalam retreat di Magelang hingga ada arahan lebih lanjut dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *