GLOBAL/PRADANAMEDIA – Para pemimpin Partai Demokrat Hong Kong, yang sebelumnya menjadi oposisi terbesar di kota itu, mengumumkan rencana pembubaran partai tersebut. Ketua partai, Lo Kin-hei, menyatakan bahwa keputusan final akan ditentukan melalui pemungutan suara anggota dalam waktu dekat.
Partai yang telah berdiri selama 31 tahun ini menghadapi kesulitan besar akibat tindakan keras pemerintah China terhadap perbedaan pendapat di Hong Kong, terutama setelah gelombang protes besar pada 2019. Sejak saat itu, Beijing menerapkan berbagai kebijakan ketat, termasuk perubahan sistem pemilu yang memastikan hanya kandidat yang setia kepada pemerintah pusat dapat berpartisipasi dalam politik. Undang-undang yang disahkan pada 2021 semakin mempersempit ruang gerak oposisi, membuat Partai Demokrat praktis tidak bisa mengikuti pemilu.

Dalam konferensi pers yang digelar Selasa malam, Lo mengakui bahwa kondisi politik yang semakin menekan menjadi alasan utama pertimbangan pembubaran partai. Meski begitu, ia enggan mengomentari apakah keputusan tersebut diambil akibat tekanan politik langsung.
Pemerintah Hong Kong, melalui penasihat Regina Ip, menuduh Partai Demokrat menjalankan agenda yang bertentangan dengan China dan terus menimbulkan konflik di dalam maupun di luar parlemen. Ip menyatakan bahwa menurunnya dukungan terhadap partai ini dalam beberapa tahun terakhir adalah hal yang wajar.
Partai Demokrat pernah mencapai puncak kejayaannya pada pemilu dewan lokal 2019, ketika mereka memenangkan kursi terbanyak di tengah gelombang protes besar. Namun, banyak tokoh utama partai ini kini menghadapi hukuman penjara di bawah undang-undang keamanan nasional yang kontroversial. Beberapa di antaranya, seperti Helena Wong, Lam Cheuk-ting, Wu Chi-wai, dan Albert Ho, termasuk dalam kelompok 47 aktivis yang dipenjara, sementara mantan anggota parlemen Ted Hui kini hidup dalam pengasingan di Australia.
Selain tekanan politik dan hukum, pemerintah Hong Kong juga mencabut gelar kehormatan Justice of the Peace dari Martin Lee KC, salah satu pendiri Partai Demokrat, setelah ia kalah dalam banding atas vonis terkait unjuk rasa ilegal.
Untuk melanjutkan proses pembubaran, setidaknya 75 persen anggota yang hadir dalam rapat umum mendatang harus menyetujui langkah tersebut. Meski belum ada tanggal resmi yang ditetapkan, masa depan Partai Demokrat kini berada di ujung tanduk. (RH)
