WASHINGTON DC – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengakhiri kunjungannya ke Washington setelah bertemu dengan Presiden AS, Donald Trump. Dalam wawancara dengan Fox News pada Sabtu (8/2/2025), Netanyahu menyatakan siap melaksanakan rencana Trump terkait Gaza.

Rencana Trump: Relokasi Warga Palestina
Trump mengusulkan pemindahan sementara warga Palestina dari Jalur Gaza, yang saat ini dilanda perang. Netanyahu menyebut gagasan tersebut sebagai “ide segar” yang dapat mengubah masa depan wilayah itu.
“Yang dikatakan Trump hanyalah ingin membuka gerbang dan memberi mereka pilihan untuk pindah sementara, lalu membangun kembali Gaza secara fisik,” kata Netanyahu, dikutip dari AFP pada Minggu (9/2/2025).
Meski begitu, Trump tidak mengindikasikan bahwa pasukan AS akan terlibat langsung dalam eksekusi rencana tersebut. Netanyahu menegaskan bahwa Israel yang akan menjalankan tugas tersebut.
Dampak dan Reaksi Global
Usulan relokasi warga Palestina ini mendapat kecaman luas di Timur Tengah dan komunitas internasional. Kritik utama datang dari negara-negara Arab dan organisasi HAM yang menilai langkah ini dapat dianggap sebagai pembersihan etnis atau pengusiran paksa.
Sejak perang Israel-Gaza pecah pada Oktober 2023, wilayah tersebut mengalami kehancuran besar. Israel memperketat blokade setelah serangan Hamas ke wilayahnya, yang disebut Netanyahu sebagai ancaman terus-menerus bagi keamanan Israel.
“Begitu kita tinggalkan, Gaza kembali diduduki oleh para teroris yang menggunakannya sebagai pangkalan untuk menyerang Israel,” ujar Netanyahu.
Namun, tantangan terbesar bagi rencana ini adalah menemukan negara yang bersedia menerima warga Palestina yang direlokasi, sementara banyak pihak menilai solusi terbaik adalah mengakhiri konflik dan membangun perdamaian yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Dukungan Netanyahu terhadap rencana Trump di Gaza menambah ketegangan dalam konflik Israel-Palestina. Jika benar diterapkan, langkah ini dapat mengubah dinamika geopolitik di kawasan dan berpotensi memperpanjang krisis kemanusiaan.
Apakah strategi ini akan membawa perdamaian atau justru memperburuk situasi? (RH)
